Kebijakan Ditolak, Dirut BPJS Ketenagakerjaan Temui Menaker

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Kamis, 02 Jul 2015 18:27 WIB
Pertemuan ini untuk mencari kemungkinan solusi dari penolakan atas kebijakan baru pencairan Jaminan Hari Tua
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, Elvyn G. Masassya (tengah) mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/1). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Elvyn G. Masassya mengatakan dirinya akan bertemu dengan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri untuk menyikapi penolakan atas kebijakan baru Jaminan Hari Tua (JHT).

Adapun, kebijakan baru menyatakan pencairan JHT baru bisa dilakukan bila karyawan telah menjalani masa kerja selama sepuluh tahun. Padahal sebelumnya, kebijakan menyatakan pencairan JHT bisa dilakukan ketika masa kerja sudah lima tahun.

Dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa untuk persiapan hari tua, saldo yang dapat diambil hanya 10 persen dan untuk pembiayaan perumahan saldo yang dapat diambil hanya 30 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya tentu akan meresponsnya. Hari ini saya akan bertemu dengan Menaker untuk berkoordinasi dalam menyikapi hal ini," kata Elvyn kepada CNN Indonesia, Kamis (2/7).

Ia meminta agar publik sabar dalam menyikapi kebijakan baru tersebut. "Mari kita tunggu (hasil pertemuannya)," katanya.

Elvyn pun menegaskan bahwa pihaknya hanya menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

"Selain itu kami juga harus mematuhi Peraturan Pemerintah (PP) yang baru keluar pada 30 Juni lalu. Jadi, ini peraturan pemerintah, bukan peraturan BPJS,” katanya.

Sementara itu, sebuah petisi yang menyatakan penolakan atas kebijakan baru pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) muncul di situs change.org. Sampai berita ini ditulis, telah terkumpul lebih dari 40 ribu orang yang mendukung petisi tersebut.

Petisi ini dibuat oleh Gilang Mahardhika. Ia menceritakan bahwa dirinya telah bekerja selama lebih dari lima tahun. Ia kemudian mengajukan pencairan JHT pada Juni 2015 dan ditolak karena kebijakan baru yang mengharuskan pencairan JHT setelah masa kerja sepuluh tahun.

Kebijakan baru memang menyatakan pencairan JHT baru bisa dilakukan bila karyawan telah menjalani masa kerja selama sepuluh tahun. Dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa untuk persiapan hari tua, saldo yang dapat diambil hanya 10 persen dan untuk pembiayaan perumahan saldo yang dapat diambil hanya 30 persen. Pencairan dana sepenuhnya bisa dilakukan ketika telah berusia 56 tahun.

Dalam petisi tersebut, Gilang menuliskan:
Kami merasa dirugikan, karena uang tersebut adalah uang yang dipotong tiap bulan dari penghasilan kami. Selain itu peraturan ini juga terkesan terburu-buru dan minim sosialisasi, sehingga banyak masyarakat yang tidak tahu-menahu dan akhirnya merasa diperlakukan secara kurang adil.

Yang patut disayangkan lagi adalah tidak ada masa transisi sebelum diberlakukannya aturan ini secara resmi. Penjelasan dari pihak BPJS juga terkesan kurang solutif; pihak BPJS beralasan tidak dapat memberi solusi karena hanya menjalankan kebijakan dari pusat. (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER