Menteri Hanif Nilai Aturan Baru BPJS Malah Untungkan Pekerja

Resty Armenia | CNN Indonesia
Kamis, 02 Jul 2015 21:09 WIB
Aturan tersebut, menurutnya, adalah cara mengatur pemerintah agar simpanan masyarakat tak lekas-lekas dihabiskan.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan program perlindungan yang bersifat dasar bagi tenaga kerja yang tak lagi produktif, baik karena meninggal dunia maupun tua. Hal itulah, menurut dia, yang mendasari mengapa JHT baru bisa diambil penuh saat pekerja berumur 56 tahun.

"Ini fungsi dasar bagi pekerja yang tidak lagi produktif, baik karena meninggal dunia maupun tua. Kalau masuk PHK, enggak masuk di JHT, tapi masuk pesangon. Ada yang sifatnya menggantikan saat mereka tidak produktif," ujar Hanif di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (2/7). (Lihat Juga: Dukungan Penolakan Aturan Baru BPJS Ketenagakerjaan Meroket)

Lebih jauh, Hanif mengatakan aturan lima tahun berangkat dari konteks ekonomi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan. Namun, dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah yang baru, kata Hanif, aturan lima tahun tidak berlaku lagi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dulu tak pakai masa iuran, ini pakai masa iuran. Mekanisme lebih muda dan jauh lebih manfaat dibanding sebelumnya," ujar dia.

Oleh sebab itu, Hanif membantah langkah ini merupakan upaya pemerintah untuk membuat rugi masyarakatnya. "Tidak ada pemerintah yang merugikan masyarakatnya. Ini hanya soal cara mengatur," kata dia.

Menurut dia, masyarakat memiliki kebiasaan mengambil semua uang atau barang yang ia miliki. Padahal, dalam konteks jaminan sosial, semua fase harus terlindungi.

Hanif mengatakan khusus untuk JHT ini, iuran 10 tahun merupakan tabungan wajib yang berfungsi sebagai perlindungan, sehingga jika terjadi hal-hal dan kebutuhan yang sifatnya mendadak pada saat pekerja sudah tak lagi produktif, JHT bisa digunakan.

Hanif mencontohkan dengan analogi Tunjangan Hari Raya, yang dibayarkan dua bulan sebelumnya. Masyarakat habis menggunakan tunjangan tersebut, kata Hanif.

"Dalam konteks jaminan sosial ini semua fase harus kita bikin terlindungi. Saat pensiun, ada pensiun. Saat meninggal, ada. Kalau PHK, ada pesangon. Ini yang harus dipahami bersama," ujar dia.

Sebelumnya, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Elvyn G. Masassya mengakui bahwa penerapan kebijakan baru Jaminan Hari Tua (JHT) terburu-buru.

Kebijakan baru menyatakan pencairan JHT baru bisa dilakukan bila karyawan telah menjalani masa kerja selama sepuluh tahun. Padahal sebelumnya kebijakan yang ada hanya mengharuskan masa kerja lima tahun untuk pencairan dana JHT.

Dalam ketentuan baru dijelaskan bahwa untuk persiapan hari tua, saldo yang dapat diambil hanya 10 persen dan untuk pembiayaan perumahan saldo yang dapat diambil hanya 30 persen.

Ketentuan ini mulai diberlakukan sejak 1 Juli 2015. Elvyn mengatakan pihaknya hanya mengikuti ketentuan dalam UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional serta Peraturan Pemerintah (PP) yang baru dikeluarkan 30 Juni 2015.

"Di satu sisi penerapannya memang mepet. Namun ini amanah regulasi. Kami harus laksanakan. Prinsipnya adalah falsafah bahwa JHT untuk hari tua. Masa kerja sepuluh tahun lebih ideal," kata Elvyn kepada CNN Indonesia, Kamis (2/7). (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER