Jakarta, CNN Indonesia -- Tetangga LSR (47) yang diduga melakukan penganiayaan terhadap anak laki-lakinya, GT (12), mengaku telah mengetahui kejadian penganiayaan tersebut sejak lama. Salah satunya adalah Nori (bukan nama sebenarnya).
Penganiayaan tersebut diduga terjadi di rumah LSR di kawasan Cipulir, Jakarta Selatan, pada Selasa (30/6) lalu. Sekretaris Jenderal Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda mengatakan kejadian itu terkuak ketika sang anak melarikan diri ke rumah tetangganya. Lalu, tetangga anak tersebut mengamankan sang anak dan membawa anak tersebut ke Polisi Resor Jakarta Selatan.
Nori mengatakan ini bukan kali pertama LSR melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya. "Sudah banyak saksi mata yang melihat anak itu dianiaya sampai luka-luka oleh ibunya sendiri. Namun, kami memilih mendiamkan karena tidak mau ikut campur," kata Nori saat dihubungi
CNN Indonesia, Sabtu (4/7).
(Baca juga: Ibu Kandung Aniaya Anak di Cipulir dengan Sadis)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bukan hanya para ibu di kompleks LSR yang mengetahui kekerasan tersebut. Teman main GT dari kompleks yang sama pun mengakui mengetahuinya.
"Anak saya pun tahu. Dia bilang kasihan lihat GT dipukuli ibunya. Belum lagi, LSR sering berteriak dengan galak untuk menyuruh GT pulang ke rumah," katanya.
Nori mengaku telah mengetahui LSR melakukan penganiayaan terhadap GT sejak dua tahun lalu. Namun, ia mengatakan enggan berurusan dengan LSR karena tidak terlalu kenal.
Ia menuturkan para tetangga justru menyuruh GT kembali ke rumahnya saat ia melarikan diri. "Tetapi anak itu ngotot tidak mau pulang. Anehnya, saya lihat dia tidak menangis atau ketakutan, hanya gelisah. Lukanya pun sudah kering," katanya.
Lebih lanjut, Nori mengatakan LSR punya tiga anak, termasuk GT. Dua orang saudara GT kini masih berada di rumah LSR.
"Saya akhirnya melaporkan kasus ini ke pihak Rukun Tetangga (RT) LSR namun belum ditanggapi. Rasanya tidak tega," kata Nori.
(Baca juga: Polisi Sebut Anak Korban Kekerasan di Cipulir Luka Baret)Di sisi lain, Pemerhati Anak Seto Mulyadi berpendapat masyarakat Indonesia masih kerap melihat kekerasan terhadap anak sebagai masalah domestik. Karenanya, banyak yang memilih mendiamkan daripada melaporkan ke pihak yang berwajib.
"Begitu sudah parah, baru melapor. Padahal seharusnya sudah bertindak sejak awal," kata Seto saat dihubungi CNN Indonesia pada Sabtu (4/7).
Ia berpendapat kekerasan terhadap anak bukanlah urusan pemerintah saja, melainkan juga masyarakat umum. Karenanya, masyarakat diharapkan tidak ragu-ragu melapor ke pihak berwajib ketika melihat ada anak yang dianiaya orang tuanya.
Seto kemudian merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. "Dalam UU itu jelas bahwa siapapun yang melihat tindak kekerasan terhadap anak tetapi mendiamkan saja bisa dikenai hukuman pidana selama lima tahun," katanya.
Sayangnya, kata Seto, sosialisasi UU tersebut tidak sampai ke masyarakat. Maka tak jarang, masih banyak yang takut melaporkan kasus kekerasan anak kepada pihak yang berwajib.
"Harus ada tindakan pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak. Setidaknya, ada pelaporan ke RT atau RW," katanya.