Jakarta, CNN Indonesia -- Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Penberantasan Korupsi (KPK) mengajak masyarakat untuk melacak rekam jejak 194 pendaftar yang telah lolos seleksi tahap administrasi.
"Kami berharap masyarakat media dan organisasi masyarakat sipil bisa bantu untuk tracking. Kami yakin teman-teman punya kapasitas untuk menelusuri individu, ujar anggota pansel Natalia Subagyo saat diskusi di Jakarta, Ahad (5/7).
Lebih lanjut, Sekretaris Tim Independen Reformasi Birokrasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ini meminta masyarakat untuk jeli melihat kandidat dari beragam sektor disertai sejumlah bukti. Pansel pun juga meminta pihak lain seperti Badan Intelijen Negara (BIN), intelijen kepolisian, dan intelijen kejaksaan.
(Baca juga: Ketika Jimly Asshiddiqie 'Mengincar' Kursi Pimpinan KPK)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami tidak mau mengandalkan penelusuran mereka saja tapi diimbangi media dan organisasi masyarakat sipil," ujarnya.
Senada dengan Natalia, juru bicara pansel Betti Alisjahbana menegaskan masyarakat sipil diberi kesempatan untuk melihat lingkaran keluarga, teman, dan kondisi sosial. Latar belakang kandidat menjadi informasi penting yang dibutuhkan pansel untuk menyeleksi.
"Latar belakang adalah sesuatu yang dibangun sejak SD dan SMP bahkan kuliah hingga kerja. Mereka adalah orang-orang yang sangat tahu rekam jejak tersebut dan sifatnya rahasia dengan harapan tidak takut memberikan informasi," ujar Betti.
(Baca juga: Bertemu Jokowi, Buya Bahas Tim Pengawas Independen KPK)Betti menjelaskan, pihaknya memberikan kesempatan untuk mengirimkan laporan tersebut melalui laman capimkpk.setneg.go.id atau melalui surat ke Kantor Sekretariat Negara, Jakarta. Penelusuran rekam jejak tiap kandidat dimulai 4 Juli sampai 3 Agustus 2015.
Menanggapi permintaan partisipasi penelusuran rekam jejak, mantan investigator dari kalangan masyarakat sipil Metta Dharmasaputra menjelaskan penulusuran harus berdasarkan fakta alih-alih tendensius dan bersandar pada kepentingan tertentu. "Tracking bukan cari kesalahan tapi bagaimana memotret satu orang sedetil dan seakurat dengan kenyataannya," ujar Metta dalam diskusi yang sama.
Metta khawatir, kondisi konflik antara KPK dan Polri yang kini mencuat dan tak berujung justru meniadakan netralitas tim penelisik. "Saya khawatir apakah nanti intelijen kepolisian dan kejaksaan bakal obyektif melihat calon masyarakat sipil. Masyarakat sipil juga begitu, bisa jadi sulit menerima kalau ada yang bagus dari korps," tuturnya. Oleh karena itu, tiap pihak perlu mengedepankan aspek integritas, kapasitas, independensi, dan kepemimpinan.
(Baca juga: Dapat Restu Ibu, Johan Budi Daftar Seleksi Pimpinan KPK)Hal senada dilontarkan Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch Febri Hendri. Badan pekerja di bidang korupsi tersebut memiliki standar investigasi untuk mendapatkan sosok calon pimpinan komisi anti rasuah yang berintegritas.
"ICW punya standar investigasi, diperoleh melalui cek, verifikasi, dan validasi. Kami juga menanyakan ke sumber. Sehingga ketika ada info yang masuk, bisa dikroscek," kata Febri.
Terkait mekanismenya, ICW akan mempekerjakan tiga investigator yang tidak saling mengenal. Informasi mereka akan disatukan dan diverifikasi ulang. Pihaknya juga mengumpulkan barang bukti dokumen untuk memperkuat argumen hasil penelusuran.
(sip/sip)