Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan pidana pencucian uang pada 23 Juni lalu. Dalam PP Nomor 43 tahun 2015 tersebut, ada enam profesi tambahan yang wajib melaporkan transaksi keuangan mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk dan atas nama pengguna jasa.
Keenam profesi tambahan tersebut yaitu advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan. “Bergabungnya kelompok profesi sebagai pihak pelapor PPATK, maka kelompok ini akan terlindungi profesionalitasnya karena tidak mungkin lagi disalahgunakan oknum untuk sarana kejahatan pencucian uang,” kata Wakil Kepala PPATK Agus Santoso kepada CNN Indonesia, Selasa (7/7).
Sebelum PP ini terbit, ada dua pihak pelapor yaitu penyedia jasa keuangan yang terdiri dari 17 sektor usaha dan penyedia barang dan jasa yang memiliki lima sektor usaha. Penyedia jasa keuangan di antaranya adalah bank, perusahaan pembiayaan, dana pensiun lembaga keuangan, dan pegadaian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Agus, dampak dari penerbitan PP ini akan membuat laporan transaksi keuangan dengan nilai transaksi tunai lebih dari Rp 500 juta meningkat karena semakin banyak pihak yang memiliki kewajiban melaporkan. “Profesi-profesi ini mau tidak mau harus mengenali profil pengguna jasanya dan menghindari atau wajib melaporkan nasabah yang transaksinya tergolong mencurigakan atau yang bertransaksi tunai Rp 500 juta ke atas,” kata Agus.
Diketahui, PPATK merupakan lembaga investigasi keuangan yang kerap berkoordinasi dengan sejumlah lembaga penegak hukum untuk membongkar kejahatan terkait keuangan negara. PPATK mengirimkan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, Kepolisian, Badan Narkotika Nasional (BNN), maupun lembaga kepresidenan.
Dalam proses pemilihan menteri yang dilakukan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Oktober 2014, PPATK juga dilibatkan untuk menelusuri rekam jejak keuangan para kandidat.
Sebagai catatan, sepanjang tahun 2014 PPATK menerima Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) sebanyak 1,7 juta dan sebanyak 39 ribu Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM).
Terkait fungí analisis, PPTK menyampaikan Hasil Analisis (HA) sebanyak 435 kepada penyidik sepanjang periode 2014. Dari jumlah itu, HA berdasarkan peermintaan penyidik sebanyak 365 dan 71 HA proaktif atau inisiatif PPATK. Dari jumlah itu, dugaan tindak pidana korupsi menjadi yang paling dominan yaitu sebanyak 215 HA.
(rdk)