Ahok Kesal BPK Hambat Pembebasan Lahan Sumber Waras

Eky Wahyudi | CNN Indonesia
Rabu, 08 Jul 2015 15:16 WIB
Rencana membuat rumah sakit kanker di lahan tersebut terancam gagal setelah BPK permasalahkan harga pembelian tanah. BPK pun dinilai tak gunakan prosedur.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama kesal lantaran proyek pembebasan lahan di kawasan Rumah Sakit Sumber Waras, Grogol, Jakarta Barat dinilai bermasalah oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Ahok mengaku tidak terima atas penilaian BPK yang menyatakan pembelian lahan tersebut terlalu mahal. Menurutnya, pembelian sudah dilakukan sesuai dengan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) yang berlaku.

"Pertanyaan saya sekarang, NJOP-nya di bawah appraisal, beli sesuai NJOP, BPK audit, terus mereka bilang kemahalan. Kemahalan dibandingkan apa? Dibandingkan waktu RS ini mau dijual ke Ciputra grup tahun 2013?" kata Ahok ditemui di Parkiran IRTI Monas, Jakarta, Rabu (8/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ahok mengungkapkan, awalnya lahan yang berada di kawasan Rumah Sakit Sumber Waras akan dijual murah oleh Ciputra Grup. Namun, karena posisinya berada dekat dengan rumah sakit dan tidak ada pihak swasta yang ingin membeli, Ahok berinisiatif membeli lahan tersebut untuk dibangun rumah sakit jantung.

"Lalu, dia (Ciputra) bilang, kita mau bangkrut nih, gimana biar bisa bangun. Lalu kita bilang, jual ke kami deh, kita mau bangun rumah sakit kanker. Harga berapa? Dia bilang NJOP saja. Tahun 2012, 2013 waktu dengan Ciputra, sama tahun 2014 beda enggak harganya ? Tanah kan loncatnya banyak. Ya beda harga," kata Ahok.

Dalam Laporan Hasil Keuangan (LHK) DKI Jakarta, BPK mempermasalahkan harga pembelian lahan tersebut. Menurut Ahok, BPK tidak menggunakan prosedur yang benar dalam audit lahan tersebut.

"Nah, di situ BPK audit dan memaksa harus dengan harga Ciputra. Itu pertama, terus kedua, dia membandingkan NJOP di Tomang Utara belakang, dengan di jalan Kyai Tapa, alasannya dibagi dua, jadi harus sama dengan NJOP di Tomang, makanya saya bilang, itu perumahan. Ya pasti beda lah," kata Ahok.

Menurut Ahok, NJOP setiap tahunnya pasti selalu naik dan ada rumus yang bisa digunakan untuk menghitung NJOP.

"Saya bilang, kalau mereka merasa kami curang di NJOP, anda audit dong. tahun 2013-2014 naik NJOP-nya wajar enggak ? Kan NJOP ada rumusnya, kira-kira 80% mendekati harga pasar. Berarti NJOP kami pasti di bawah harga pasar, lalu kita appraisal, appraisalnya tetap lebih tinggi daripada harga NJOP," kata Ahok.

Ahok pun mempertanyakan tujuan BPK terkait masalah tersebut. Ahok mengatakan pihak Sumber Waras tidak akan mau mengembalikan selisih NJOP dan kemungkinan pemerintahannya malah bakal kehilangan lahan tersebut.

"Lalu BPK membuat saran apa, Sumber Waras harus kembalikan selisih NJOP. Mana mau dia, artinya apa? kalau enggak mau batalkan transaksi. Kalau batalkan transaksi berarti kita kehilangan tanah dong? Terus saran BPK apa lagi ? Karena DKI kan banyak tanah, buat apa beli tanah lagi ? Sejak kapan BPK ngatur-ngatur kita beli tanah ? Urusan kita mau beli tanah itu banyak," kata Ahok.

Menurutnya, lahan yang berada di Rumah Sakit Sumber Waras sangat potensial untuk dimanfaatkan. Dia mengingatkan selama ini di Jakarta Barat belum terdapat RSUD.

"Nah sekarang di Jakarta Barat itu nggak ada RSUD, loh. Dimana lagi ada tempat yang bisa langsung bangun ? Sumber Waras itu luasnya 3,8 hektar, jalan tembus semuanya baik. Mau ke Dharmais juga baik. Jadi BPK malah saranin untuk dibatalin?" ujar Ahok.

Kemudian, Ahok membandingkan pemerintahannya dengan pemerintahan provinsi Banten. Menurutnya, Pemprov Banten yang mendapatkan masalah kasus alat kesehatan saja mendapatkan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK. Sementara pemerintahannya mendapatkan WDP (Wajar Dengan Pengecualian) dari hasil audit keuangan BPK.

"Ini buat Saya bukan persoalan WDP nya atau apa, karena saya dikasih disclaimer pun enggak ada urusan. Karena yang menentukan saya jadi gubernur itu warga DKI bukan BPK," ujar Ahok.

Sementara itu, Juru bicara BPK, Yudi Ramdan mengatakan bahwa seluruh audit yang dilakukan oleh BPK terkait kegiatan keuangan provinsi DKI Jakarta sudah dilakukan secara sistematis dan dengan prosedur yang sesuai. Begitu pun dengan pembelian tanah di kompleks Rumah Sakit Sumber Waras.

Yudi menambahkan bahwa auditor BPK tidak menemukan kelayakan teknis yang benar di dalam pengadaan tersebut.

"Di dalam proses audit kami, pertama kita minta kejelasan mereka soal pemilhan lokasi dan proses kelayakan teknisnya. Lalu di dalam pemeriksaan itu ada lima poin yang kita lihat dan memang kesimpulannya, proses pengadaan lahan yang dilakukan oleh Provinsi DKI belum dilakukan secara maksimal," kata Yudi, dalam keterangan yang diterima CNN Indonesia, Rabu (8/7).

Lebih lanjut, BPK juga menyatakan tak ada intensi lebih jauh terkait kecurigaan terhadap pemeriksaan pada penyediaan lahan bagi Rumah Sakit Sumber Waras. Dengan demikian, BPK menyatakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) lahan tersebut harus sama dengan bangunan-bangunan di sekitarnya.

"BPK memiliki standar pemeriksaan yang ketat dan memiliki proses quality control dan quality assurance yang diatur dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Dengan proses seperti itu, jika memang ditemukan ketidaksesuaian teknis pada pengadaan lahan itu, maka kita anggap tetap tidak sesuai," katanya.

Menurut Yudi, jika mengikuti NJOP bangunan sekitar, BPK menemukan bahwa pemerintah provinsi DKI Jakarta bisa menghemat Rp 191 miliar sehingga valuasi tanah tersebut seharusnya bisa sebesar Rp 689 miliar saja. Rencananya, pemerintah DKI Jakarta berencana untuk membangun pusat pengobatan kanker di atas lahan seluas 3,7 hektare tersebut.

Selain masalah pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras, BPK juga menemukan adanya permasalahan pada kelebihan premi asuransi sebesar Rp 3,6 miliar dan biaya operasional pendidikan sebesar Rp 3,05 miliar. Selain itu, BPK juga menemukan pengawasan yang lemah pada pengadaan lahan di Mangga Dua seluas 30,88 hektare. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER