Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan Bupati Morotai, Rusli Sibua, usai diperiksa penyidik sekitar tujuh jam. Rusli bakal ditahan di Rumah Tahanan Pomdam Jaya Guntur Cabang KPK selama 20 hari ke depan.
Penahanan dimaksudkan agar tersangka kasus suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah ini tak kabur, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatan.
Rusli keluar dari gedung lembaga antirasuah di Jakarta, Rabu (8/7), sekitar pukul 20.00 WIB. Dia mengenakan baju biru dan rompi berwarna jingga bertuliskan "Tahanan KPK". Sebuah mobil operasional lembaga antirasuah tampak menjemputnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rusli pun memilih bungkam alih-alih menjawab rentetan pertanyaan awak media. Bupati yang mulanya enggan diperiksa penyidik ini terpaksa membeberkan keterangannya terkait kasus suap tersebut setelah dijemput paksa oleh tim penyidik.
"Rusli diperiksa 17 pertanyaan. Di antaranya apakah kenal Akil Mochtar (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi) dan tahu CV Ratu Samagat. Dan dia bilang tidak tahu," kata pengacara Rusli, Achmad Rifai di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/7).
Achmad melanjutkan, kliennya berkeras tak pernah mentransfer duit suap ke perusahaan milik istri Akil tersebut. Ia juga mengaku tak tahu soal suap menyuap sebanyak Rp 2,98 miliar.
"Pak Rusli tidak memerintahkan dan tidak tahu uang dari mana. Seharusnya KPK mencari siapa yang mentransfer," katanya.
Dalam amar putusan kasasi Akil yang telah diputus majelis hakim Mahakamah Agung, duit suap diserahkan Rusli untuk memuluskan sengketa Pilkada.
Mulanya, Rusli tak terima Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Morotai menetapkan rivalnya, Arsad Sardan dan Demianus Ice, sebagai pemenang. Setelah transaksi suap, majelis hakim memutuskan Rusli menjadi Bupati Morotai yang sah.
Sementara itu, Rusli kini tengah mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Rusli menuding saksi-saksi lain yang telah diperiksa komisi antirasuah justru memberikan keterangan tidak benar.
Salah satu saksi yang pernah diperiksa yakni panitera Mahkamah Konstitusi (MK) Kasianur Sidauruk. Kasianur diminta memberikan risalah sidang dan putusan sengketa Pilkada di MK.
Atas tindak pidana tersebut, Rusli disangkan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(meg)