Jakarta, CNN Indonesia -- Jajaran petinggi Mahkamah Agung (MA) menggelar pertemuan dengan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Kamis (9/7). Pada pertemuan, itu hakim agung yang juga berstatus sebagai juru bicara MA Suhadi mempertanyakan konstitusionalitas keberadaan Komisi Yudisial (KY) dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Suhadi merasa aneh, KY tidak memiliki kewenangan mengadili tapi dasar pembentukannya diatur dalam Bab Kekuasan Kehakiman.
"KY dimasukan ke Bab IX. Kekuasaan kehakiman itu mengadili sedangkan KY tidak ada kewenangan mengadili, kenapa masuk ke Bab IX?” ujarnya.
Suhadi menuturkan, KY secara kelembagaan serupa dengan komisi-komisi negara lainnya bertugas melakukan pengawasan. KY tidaklah berbeda dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Komisi lain tidak ada yang masuk UUD, termasuk KPK padahal sebenarnya fungsi dan kewenangan mereka hampir sama," ucap Suhadi.
Hakim yang dilantik menjadi hakim agung akhir tahun 2011 lalu ini menuturkan, pengaturan lembaga negara semacam KY di dalam konstitusi dapat disebut mengecilkan arti konstitusi. Urgensi pembentukan KY melalui UUD 1945 perlu dipertimbangkan kembali jika MPR berencana mengamandemen konstitusi.
"Ada pakar yang menyebut ini sebagai kecelakaan konstitusi," tuturnya.
Ucapan Suhadi terkait KY merupakan babak baru hubungan antara MA dan KY. Beberapa rekomendasi KY terkait pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim masih menggantung di MA.
Terakhir, KY merekomendasikan hukuman enam bulan non-palu terhadap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili sidang praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Sarpin Rizaldi.
Mengenai rekomendasi itu, Ketua MA Hatta Ali mengatakan lembaganya belum mendapatkan surat dari KY. Namun dia berjanji akan membahas rekomendasi tersebut bersama para hakim agung lainnya.
"Begitu rekomendasi tiba, kami akan membahasnya dengan semua pimpinan MA ucap Hatta usai pertemuan dengan MPR.
(rdk)