Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyatakan, penataan kota di Indonesia belum berbasis peta rawan bencana. Artinya, pembangunan masih belum memperhatikan unsur risiko bencana yang ada di wilayah tersebut.
Pembangunan pemukiman di wilayah rawan bencana menurutnya berkali-kali dilakukan. Padahal, masyarakat dan pemerintah daerah sudah tahu bahwa wilayah tersebut rawan bencana.
"Contohnya, kejadian tsunami Aceh pada 2004. Kini, rumah-rumah kembali dibangun di wilayah yang sama. Ini menunjukkan lemahnya penataan ruang di Indonesia," kata Sutopo saat ditemui di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (9/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, ia menilai wilayah rawan bencana tetap bisa dibangun pemerintah, tetapi harus memperhatikan kaidah-kaidah pencegahan bencana. "Harus ada peraturan daerah yang mewajibkan rumah tahan gempa di wilayah rawan gempa. Perlu ada komitmen politik dari pemda," katanya. (Baca juga:
Gunung Raung Siaga, Australia Batalkan Penerbangan ke Bali)
BNPB telah memberikan peta rawan bencana berskala 1:250.000 dan sudah dibagikan ke semua daerah dan kementerian. Namun, penggunaan peta tersebut masih minim.
"Kalau terlanjur dilakukan pembangunan di wilayah rawan bencana, maka harus dibangun mitigasi yang baik. Kalau belum dibangun, ya jangan dibangun di atas wilayah rawan bencana. Karena pada akhirnya, relokasi tidak gampang," katanya.
Wilayah Indonesia merupakan wilayah yang rawan bencana. Berdasarkan data BNPB, ratusan juta jiwa terpapar bahaya bencana tingkat sedang-tinggi. (Baca juga:
Kerugian Akibat Erupsi Sinabung Rp 1,49 Triliun)
Untuk gempa bumi, sebanyak 148,4 juta jiwa terpapar bencana ini, di mana jumlah laki-lakinya berjumlah 74,6 juta jiwa, sedangkan perempuannya berjumlah 73,8 juta jiwa. Sementara itu, sebanyak 4,2 juta jiwa terpapar tsunami, dengan rincian 2,2 juta jiwa laki-aki dan 2,1 juta jiwa perempuan.
Untuk kasus gunung api, sebanyak 3,9 juta jiwa terpapar bencana ini, dengan rincian 1,9 juta jiwa laki-laki dan dua juta jiwa perempuan. "Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan lahan meningkat. Akibatnya, banyak penduduk yang menempati daerah-daerah rawan bencana," ujar Sutopo.
(sur)