Prasetyo Minta Keluarga Korban HAM Terima Rekonsiliasi

Resty Armenia | CNN Indonesia
Jumat, 10 Jul 2015 09:49 WIB
Jaksa Agung menyatakan rekonsiliasi berarti menghilangkan ganjalan-ganjalan beban sejarah di masa lalu.
Jaksa Agung M Prasetyo ketika memberikan keterangan terkait pemberian rekomendasi atas lima jaksa untuk mendaftarkan diri menjadi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (23/6). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung M Prasetyo menyampaikan keinginannya agar pihak korban dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu bersedia menerima opsi rekonsiliasi yang disepakati para penegak hukum termasuk Komisi Nasional HAM (Komnas HAM).

Prasetyo pun menjelaskan dengan ditempuhnya langkah tersebut, maka diharapkan ke depan tidak ada lagi ganjalan-ganjalan beban sejarah masa lalu.

"Diharapkan semua pihak paham bahwa ini untuk kepentingan semua. Semoga semua tuntas, supaya tidak ada ganjalan-ganjalan beban sejarah masa lalu," ujar Prasetyo di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Kamis (9/7) malam. (Lihat Juga: Rekonsiliasi Pelanggaran HAM Diakhiri Permintaan Maaf Negara)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengaku sadar bahwa setiap kebijakan maupun keputusan yang diambil tidak akan mampu membuat seluruh pihak setuju.

"Pasti ada pro dan kontra. Makanya perlu penjelasan," kata Prasetyo. 

Prasetyo menyampaikan, saat ini Komite Kebenaran Penyelesaian Masalah HAM Masa Lalu juga masih digodok. Untuk diketahui, komite tersebut dibentuk dari hasil pertemuan yang digelar pihak pemerintah, yang diwakili oleh Jaksa Agung, Kapolri, Menkopolhukam dan Komisioner Komnas HAM. (Baca Juga: Perdana Hadir di Rapat HAM, Moeldoko Minta Maaf ke Publik)

Dalam pertemuan itu, Prasetyo mengatakan semua pihak bersepakat untuk membentuk Komite Rekonsiliasi. Komite ini nantinya akan memiliki struktur keorganisasian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Joko Widodo.

Prasetyo mengatakan mekanisme pengusutan melalui penyidikan oleh Kejaksaan Agung. Apabila ditemukan pelanggaran, maka akan dibuat suatu pernyataan.

"Nanti dikatakan pelakunya bukan orang-orang tetapi institusi," ujar Prasetyo.

Selanjutnya, melalui mekanisme Komite tersebut, Indonesia berkomitmen untuk tidak mengulangi di masa mendatang. Tak hanya itu, Presiden atas nama negara juga akan menyatakan penyesalan dan meminta maaf kepada publik. (Baca Juga: Jokowi Kaji Payung Hukum untuk Komite Rekonsiliasi)

Praseto mengatakan keenam kasus yang bakal diusut melalui Komite tersebut yakni, kasus peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, Talang Sari di Lampung 1989, penghilangan orang secara paksa 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II.

Komite Rekonsiliasi, ujarnya, berbeda dengan Rancangan Undang-Undang Komite Kebenaran Rekonsiliasi yang sebelumnya telah dimatikan melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2011. MK memutuskan Pasal 27 undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD 1945.

RUU KRR tersebut mulanya diputuskan sebagai jalan alternatif lantaran pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc mandek. Pengadilan HAM Ad Hoc selama ini tidak dapat dibentuk lantaran kealpaan dasar hukum yang mengatur. Dasar hukum tersebut berupa Keputusan Presiden yang sebelumnya direkomendasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sementara itu, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mendorong pemerintah untuk tidak mengesampingkan proses hukum kasus-kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang telah dimulai Komnas HAM.

Mereka menyebut, pembentukan komite penyelesaian pelanggaran HAM tidak boleh menjadi alasan pemerintah mengesampingkan perkara yang sudah dilimpahkan Komnas HAM kepada Kejaksaan Agung.

"Jangan sampai komite itu justru menjadi ajang cuci tangan bagi Kejaksaan Agung untuk mengambangkan proses hukum yang sudah berjalan. Proses hukum itu merupakan mandat UU yang tidak dapat didiamkan tanpa penuntasan," ujar peneliti ELSAM, Wahyudi Djafar, melalui pernyataan tertulis yang diterima CNN Indonesia, Senin (6/7). (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER