Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyampaikan kekesalannya di depan para jajarannya perihal rapat paripurna penyampaian laporan Badan Pengawas Keuangan (BPK) yang berlangsung pada Senin (6/7) lalu.
Dia menilai ada yang salah dengan prosedur penyampaian laporan BPK pada rapat paripurna lalu. Tidak adanya penyerahan buku laporan BPK kepada gubernur secara langsung dalam rapat paripurna dinilai sebagai suatu hal yang janggal.
"Seinget saya waktu jadi bupati, laporan BPK dikasih ke kepala daerah. Di paripurna kali ini kok tidak?" kata Basuki dalam acara penandatanganan perjanjian kinerja SKPD dan UKPD di Balai Kota, Jakarta, Jumat (10/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga merasa Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ahmad Sotar Harahap membohonginya. Sebab, pada tahun lalu pun tidak ada prosesi penyerahan laporan BPK kepada gubernur.
Sebagai Sekretaris DPRD atau yang disebut Sekwan, Sotar memang mempunyai tanggung jawab dalam mengatur protokoler pelaksanaan rapat paripurna. Seluruh agenda rapat paripurna ia yang menyusunnya.
"Dia bilang tahun lalu juga tidak ada. Saya berpikir, apa saya yang linglung, ya?" ujarnya.
Basuki pun mengecek kebenaran penyerahan laporan tersebut melalui video. Bahkan dia sampai bertanya kepada Joko Widodo mengenai hal yang sama.
"Saya tanya ke Pak Jokowi, dia jawabnya sama. Waktu jadi walikota dia juga terima. Tapi kenapa kali ini saya tidak terima," kata gubernur yang akrab disapa Ahok itu.
Merasa dikelabui, Ahok pun mengancam akan memecat Sotar jika benar Sotar terbukti membohongi Ahok.
"Pak Sotar, saya yang menentukkan anda dipindah atau tidak. Bukan Ketua DPRD atau ketua fraksi. Sekarang juga saya mau pecat bapak, saya pecat," ujar Ahok.
Ia juga memperingati Sotar, agar tidak main-main dengan dirinya selama ia masih menjabat sebagai gubernur.
"Kalau tidak suka dengan saya tunggu 2017 jangan pilih saya lagi," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Sotar yang diancam akan dipecat mengaku tak ambil pusing. "Ah, tidak. Biasa saja itu, biasa saja," katanya.
Terkait laporan BPK yang tidak diberikan ke gubernur, ia mengatakan BPK yang mengatur semua itu.
"Oh, tidak. Ini kan diserahkan ke DPRD. Ini kan hajatnya BPK. Pelaksananya BPK juga, kami hanya fasilitasi saja," ujar Sotar.
Menurut dia, pada saat paripurna, BPK memang hanya menyerahkan laporan kepada DPRD. Sementara laporan untuk gubernur diberikan di waktu terpisah.
"Ke gubernur kan sendiri. Ini laporan ke DPRD saja. Ada dua suratnya ke DPRD sama gubernur," katanya.
Pada rapat paripurna DPRD Jakarta beberpaa hari lalu, BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP) pada laporan keuangan Pemerintah DKI Jakarta 2014.
Berdasarkan catatan BPK, terdapat 2.909 temuan dengan 6.481 rekomendasi senilai Rp 2,65 triliun. Dari total tersebut, 4.453 rekomendasi Rp 565 miliar sudah ditindakanjuti. Sebanyak 1.178 rekomendasi senilai Rp 1,29 triliun belum sesuai rekomendasi atau dalam proses tindak lanjut.
Masalah lainnya ialah pengendalian belanja modal atas paket lelang sejumlah 85 paket dengan indikasi Rp 214,29 miliar.
BPK juga menemukan kerjasama aset tanah 30 hektare di Mangga Dua yang pengawasannya dinilai lemah, serta pembelian tanah di rumah sakit di Jakarta Barat yang tidak memadai. Kemudian terdapat kelebihan biaya premi asuransi Rp 3,6 miliar dan dana biaya operasional pendidikan Rp 3,05 miliar.
(meg)