Jalur pantura adalah jalur yang bersejarah. Jalur ini membentang 1.000 kilometer dari Anyer, Jawa Barat ke Panarukan, Jawa Timur. Jalan ini dibangun oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels hanya dalam waktu satu tahun, yakni 1808-1809.
Jalur ini dibangun dengan dua tujuan utama. Memperlancar jalur komunikasi dan sekaligus sebagai benteng untuk menghadapi serang Inggris. Waktu itu Belanda di bawah kekuasaan Perancis yang tengah berperang dengan Inggris. Selain urusan pertahanan, Daendels disebut sebagai pengangum Napoleon Bonaparte.
Karena kepentingan itulah mengapa di tiap 4,5 kilometer dibangun pos pemberhentian sekaligus penghubung pengiriman surat menyurat. Ini pula yang membuat jalur pantura selain dikenal dengan sebutan Jalan Daendels juga dikenal dengan sebutan Jalan Raya Pos. (Baca juga:
Tol Cipali Padat Akibat Antusiasme Pengendara)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak yang menyebut jalur pantura ini dibuat oleh Dandels dengan cara kerja paksa. Tetapi ada pula yang menyebut sebenarnya pembangunan jalan ini bukanlah kerja paksa, tetapi kerja yang dibayar murah. Disebutkan bahwa Dandels membayar para pekerjanya, tetapi uang pembayaran itu dikorupsi oleh kasir-kasir yang ditunjuk untuk melakukan pembayaran terhadap para pekerjanya.
Salah satu yang tegas menyebut ini sebagai kerja paksa adalah sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer. Walau bukan buku sejarah resmi, tetapi buku Pram yang berjudul 'Jalan Raya Pos, Jalan Raya Daendels’ (1995) umum menjadi rujukan. Buku ini menggambarkan tentang kebiadaban sebagai ongkos sebuah proyek besar.
Sumber Inggris melaporkan seluruh korban yang tewas akibat pembangunan Jalan Raya Pos sebanyak 12 ribu orang, tetapi diyakini bahwa jumlahnya lebih besar dari pada itu.
Dalam pembangunan proyek mega mercusuar itu, Daendels menetapkan target-target. Jika para pekerjanya gagal memenuhi target, mereka dibunuh. Kepala mereka digantung di pucuk-pucuk pepohonan di kiri-kanan ruas jalan. (Baca juga:
Pembebasan Lahan Bermasalah, Brimob Bersiaga di Tol Cipali)
Kekejaman yang disebutkan Pram adalah saat Jalan Raya Pos itu sampai di Sumedang. Saat sampai di Cadas Pangeran, para pekerja paksa harus memetak pegunungan dengan peralatan sederhana. Di sini katanya jumlah korban yang tewas mencapai 5.000 orang.
Saat sampai Semarang, Daendels mencoba menghubungkannya dengan Demak. Kondisi saat itu yang rawa-rawa pantai membuat para pekerja harus mengeruk rawa dan menguruknya kembali. Untuk jalur ini setidaknya tiga ribu nyawa melayang.
Berkat Jalan Raya Pos ini, Anyer-Panarukan yang biasanya ditempuh selama 40 hari, bisa ditempuh hanya dalam waktu tujuh hari. Jalur pantura jadi urat nadi Jawa dan memang menghemat waktu.
Jalur Pantura ini sebagian sudah ditinggalkan pemudik karena Tol Cipali. Tetapi tetap saja, jalur pantura adalah jalur berharga yang menentukan bagaimana tampang Jawa dan mungkin juga Indonesia hingga saat ini.
(hel)