Jakarta, CNN Indonesia -- Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama yang akan digelar 1-5 Agustus di Jombang, Jawa Timur, akan membahas mengenai pemakzulan pemimpin untuk mempertegas aturan dalam memakzulkan seorang pemimpin.
Materi tersebut dibahas lantaran NU berpendapat pemakzulan saat ini terkesan hanya bermuatan politis. Padahal pemakzulan mestinya hanya dapat dilakukan apabila seorang pemimpin dinyatakan bersalah karena melanggar konstitusi.
"NU berkewajiban mengawal konstitusi. (Tak bisa pemimpin dimakzulkan) kecuali ada pelanggaran kemudian dimakzulkan. Ada insiden buruk ketika Gus Dur (Abdurrahman Wahid), presiden dari kalangan NU, tanpa bukti yang prinsipil, diturunkan di tengah jalan. Padahal sistem presidensial itu (presiden menjabat) lima tahun," ujar Ketua Umum Pengurus Besar NU Said Aqil Siradj.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembahasan soal pemakzulan saat Muktamar NU dijamin Aqil tak bermuatan politis. Ia membebaskan para pengurus dan anggota PBNU untuk memilih dan memihak politikus atau partai tertentu, sebab Aqil dalam berorganisasi pasti ada perbedaan dan hal itu merupakan hak setiap individu untuk memilih siapa yang ia percaya.
Materi pemakzulan pemimpin bakal masuk pembahasan Komisi Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Waqi'iyah. Komisi itu juga membahas mengenai hukum mengingkari janji bagi pemimpin, hukum asuransi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), penenggelaman kapal asing yang memasuki wilayah RI, advokat membela koruptor, eksploitasi alam secara berlebihan, dan hukum alih fungsi lahan.
Terkait pembahasan hukum penenggelaman kapal, Aqil mengatakan tindakan tersebut merupakan mubazir. Pasalnya, kapal maupun isinya bisa digunakan untuk kepentingan yang lebih bermanfaat.
"Kapal itu barang berharga. Misalkan ada penyelundupan bawang merah, apakah harus dibuang, dibakar? Ini ada unsur tabzir (memubazirkan)," kata Aqil.
Muktamar NU kali ini mengangkat tema 'Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia.' Acara lima tahunan itu diselenggarakan di empat pesantren yang didirikan oleh para pendiri NU, yakni Pesantren Tebuireng, Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras, Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar, dan Pesantren Darul Ulum Rejoso.
(utd/agk)