Jakarta, CNN Indonesia -- Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Kawal Pilkada (K2P) menemukan adanya penyalahgunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dilakukan oleh kandidat bakal calon Kepala Daerah yang memilih jalur independen. Direktur Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah mengatakan praktik ini ditemukan berdasarkan laporan dari masyarakat di Bulukumba, Sumatera Selatan.
Di kawasan tersebut setidaknya ada dua kandidat independen yang mendapat protes dari masyarakat karena melakukan tindakan tersebut. "Ada warga yang protes karena rupanya KTP mereka yang digunakan tanpa persetujuan. Warga keberatan karena tidak mengenal kandidat tersebut dan merasa tidak menjatuhkan pilihannya pada siapaun," kata Syamsuddin kepada CNN Indonesia, Ahad (26/7).
Bahkan menurut penelusuran yang dilakukan oleh Kopel, ditemukan enam kasus serupa yang modusnya hampir sama. Kasus itu juga terjadi di Bulukumba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menduga ini sebuah modus. Padahal kandidat yang melalui jalur independen sebenarnya mulia karena mendapat dukungan yang masif dari masyarakat. Tapi ternyata ada yang sengaja melakukan praktik tercela dan mencederai demokrasi," ujar Syamsuddin.
Ia juga mengatakan, hal ini tidak hanya terjadi kali ini saja. Pada tahun-tahun sebelumnya, hal tersebut juga kerap terjadi dan dilakukan oleh para kandidat dari jalur independen. (Baca:
KPU Buka Pendaftaran Calon Kepala Daerah Sampai Selasa)
Syamsuddin percaya bahwa terjadinya kecurangan yang berulang ini diakibatkan karena tidak adanya sanksi yang tegas. Baik dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun juga dari segi hukum.
"Kasus ini berulang karena dendanya sederhana. (Kecurangan) satu KTP hanya diganti menjadi 100 KTP. Itu kan hanya administrasi. Bagi kami ini kejahatan," tuturnya. (Baca:
Idrus Marham: Persoalan Hukum Tak Ganggu Persiapan Pilkada)
Bagaimana tidak, lanjut Syamsuddin, penggunaan identitas seseorang tanpa izin dari yang bersangkutan merupakan sebuah kejahatan. Seharusnya, tegas dia, sanksi yang dijatuhkan bisa lebih berat dari sekadar sanksi administratif yang tidak membuat efek jera.
"Tidak sekadar didiskualifikasi, tapi harus dipidana karena merupakan kejahatan demokrasi yang dilakukan karena ada niat busuk untuk merebut kekuasaan," ujarnya. (Baca:
JK Minta Pendaftaran Diperpanjang Jika Calonnya Tunggal)
Syamsuddin juga meminta kepada KPU untuk menganggap kecurangan ini sebagai suatu hal yang serius. “Dan KPU pun harus berani menerapkan langkah yang tegas.”
(obs)