Jakarta, CNN Indonesia -- Rekomendasi Majelis Ulama Indonesia agar pemerintah segera membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Syariah tak dipersoalkan oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR Bidang Kesehatan Asman Abnur.
Asman menyatakan semua rekomendasi akan menjadi bahan pertimbangan DPR selaku mitra kerja pemerintah. Meski demikian, kata dia, aturan yang telah ditetapkan Undang-Undang tetap akan dilaksanakan.
"Karena undang-undang adalah aturan tertinggi," ucap politikus Partai Amanat Nasional itu, Rabu (29/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaminan sosial dan BPJS Kesehatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 204 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelengggara Jaminan Sosial.
Asman mengatakan perlu waktu dan proses untuk merevisi UU apabila hendak mengakomodasi rekomendasi MUI terkait BPJS Kesehatan.
“Ada kemungkinan BPJS Kesehatan nantinya akan terbagi dua seperti bank, yakni jenis syariah dan nonsyariah, apabila rekomendasi MUI diakomodasi pemerintah dan DPR,” kata Asman.
Jika seperti itu yang terjadi, ujar Asman, tinggal masyarakat pilih akan menggunakan jenis BPJS yang mana.
Usulan pembentukan BPJS Syariah ini muncul di Tegal, Jawa Tengah, saat Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI yang digelar 7-10 Juni. Pembentukan BPJS Syariah dianggap MUI darurat karena pemerintah mewajibkan BPJS padahal sistemnya belum ada yang syariah.
“Untuk menjaga (agar tak riba), mestinya BPJS tidak melalui bank konvensional. Harus dengan cara-cara syariah,” ujar Ketua MUI Amidhan Shaberah.
Fatwa BPJS Kesehatan tak sesuai syariah diputuskan oleh Komisi B2 Masalah Fikih Kontemporer Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI. MUI memutuskan BPJS Kesehatan masih konvensional dan belum mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam.
(agk)