Jakarta, CNN Indonesia -- Isu soal BPJS Kesehatan terus bergulir sejak Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuat fatwa bahwa BPJS Kesehatan tidak sesuai syariah. Nahdlatul Ulama juga akan membahas soal BPJS Kesehatan ini pada Muktamar NU ke-33 yang akan digelar di Jombang pada 1-5 Agustus mendatang.
“NU akan bahas soal BPJS Kesehatan di Muktamar nanti. Itu salah satu pembasan penting di sana nanti,” kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendi Yusuf saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (29/7).
Slamet yang mantan politisi Golkar itu menjelaskan, BPJS Kesehatan menjadi bahasan penting karena dua hal. Pertama, peserta terbanyak BPSJ Kesehatan adalah umat Islam sehingga harus dijelaskan duduk perkara BPJS Kesehatan ini sesuai pedoman agama Islam. Kedua, BPJS Kesehatan, sebut Slamet secara prinsip haruslah tidak merugikan para pesertanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejauh ini, terang Slamet, dirinya menilai bahwa BPJS Kesehatan yang dijalankan oleh pemerintah sekarang belum sesuai syariah.
Beberapa hal disebutkan oleh Slamet sebagai bentuk ketidak sesuaian antara BPJS Kesehatan dengan syariah yaitu soal akad antara peserta dengan penyelenggara BPJS Kesehatan yang dinilainya masih belum jelas. Hal lain yang yang disebutkan oleh Slamet adalah BPJS Kesehatan yang sekarang ini dinilainya mengandung unsur gharar, maisir dan riba.
Secara sederhana, gharar adalah penipuan, atau tidak mengetahui sesuatu yang diakadkan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Maisir adalah mendapatkan keuntungan dengan cara untung-untungan, terkaan, atau berjudi, bukan dari bekerja keras. Sedangkan riba adalah tambahan.
“Karena unsur itu, saya menilai, BPJS Kesehatan yang sebagian besar pesertanya adalah orang Islam akan merugikan para pesertanya. Makanya harus ada tuntunan syariahnya,” tegas Slamet.
Dengan tuntunan syariah diterapkan dalam BPJS Kesehatan, Slamet yakin itu akan lebih baik bagi semuanya. Pasalnya, Slamet menyebutkan bahwa syariah membawa kebaikan ke lima perkara yang disebutkannya antara lain menjaga jiwa, menjaga raga dan menjaga harta. “Pasti lebih baik dan akan berkembang dengan syariah,” tuturnya.
Untuk itu, dia mendesak agar pemerintah segera membuat sistem BPJS Kesehatan baru yang sesuai dengan syariah. Pemerintah, tuturnya, bisa meminta masukan dari pihak-pihak yang kompeten sebelum membuat sistem BPJS Kesehatan yang sesuai dengan syariah. Makin lebih cepat mempersiapkan sistem BPJS Kesehatan sesuai syariah disebutkannya akan lebih baik. “PBNU akan sangat siap sekali untuk membantu soal itu,” katanya.
Sebagaimana diketahui, fatwa bahwa BPJS Kesehatan tidak sesuai syariah adalah hasil dari Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia berlangsung pada 7-10 Juni 2015 di Pondok Pesantren Attaudiyah Cikura, Tegal, Jawa Tengah. Acara ini dibuka oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Acara ini juga dihadiri oleh Menteri Agaman Lukman Hakim, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, serta Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko.
Adapun hal yang dibahas dalan acara ini terbagi menjadi tiga komponen utama. Pertama, masalah-masalah strategis kebangsaan, masalah fiqih dan hukum Islam tematik kontemporer, dan masalah hukum dan perundang-undangan.
Pembahasan terkait masalah strategis kebangsaan di antaranya yaitu soal takfiri, akar terorisme di Indonesia, dan hukum pemimpin yang ingkar janji.
Sedangkan terkait masalah fiqih dan hukum Islam kontemporer antara lain meliputi istihalah dan haji berulangkali. Adapun mengenai masalah hukum dan perundang-undangan dibahas soal penguasaan tanah dalam perspektif hukum positif dan hukum Islam dan soal BPJS Kesehatan Syariah.
(hel)