Pengamat Sebut Perlu Ada Sanksi Bagi Calon Tunggal di Pilkada

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Minggu, 02 Agu 2015 08:01 WIB
Adanya calon tunggal yang memborong dukungan partai dinilai dapat menjadi pemicu terjadinya proses curang dalam kontestasi Pilkada 2015.
Direktur Populi Center Nico Harjanto, Komisioner Komisi Pemilihan Umum Idha Budhiati, Politikus Partai Amanat Nasional Viva Yoga Mauladi, Politikus Partai Demokrat Didi Irawadi dan Bakal Calon Bupati Depok Dimas Okky. (CNN Inodnesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat politik Nico Harjanto menilai perlu diberikan sanksi kepada pasangan calon kepala daerah yang memborong dukungan partai politik untuk pencalonan di Pilkada 2015. Nico menilai, kesalahan ada pada kandidat jika mendapat dukungan banyak partai.

"Kalau semua diborong, ini yang salah kandidat. Perlu dipunish," ujar Nico dalam diskusi bertajuk 'Siap atau Tidak, Pilkada Serentak' di Jakarta, Sabtu (1/8).

Nico juga menyebut, banyaknya dukungan partai yang diberikan kepada satu pasangan calon dapat menjadi indikasi terbentuknya proses yang curang dalam kontestasi Pilkada 2015.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menanggapi hal tersebut, Politikus Partai Demokrat Didi Irawadi menilai sulit untuk merealisasikan pemberian hukuman, karena belum diatur dalam undang-undang Pilkada.

Kendati demikian, menurutnya usulan tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk proses Pilkada selanjutnya dan perlu diantisipasi DPR dan pemerintah selaku pembuat regulasi.

"Ke depannya, kalau terbukti borong partai dengan cara tidak benar. Itu perlu sanksi walau pembuktiannya tidak gampang," ujar Didi.

Salah satu contoh borong partai terjadi di Pilkada Cilegon. Pasangan incumbent Iman Ariyadi dan Edi Ariadi mendaftar sebagai calon wali kota dan wakil walikota dengan mengantongi dukungan 11 partai politik.

Sanksi Bagi Partai Politik‎

Adanya pasangan calon yang memborong dukungan partai itu, diungkapkan Nico, juga harus dipertanyakan kepada pihak partai pendukung.

Dia mengatakan, sudah seharusnya partai-partai menggunakan hak konstitusionalnya untuk mengusung calon kepala daerah sebagai pesaing.

Menurutnya, hal ini memperlihatkan partai politik di Indonesia yang tidak siap dengan kontestasi di Pilkada, bahkan tidak memiliki spirit berdemokrasi.

"Kalah itu soal biasa. Kalah di sini belum tentu kalah di Pilkada selanjutnya," tutur Nico.

Karenanya, Nico pun menyarankan perlunya sanksi diberikan kepada partai-partai yang tidak menggunakan hak konstitusionalnya mengajukan calon di daerah. Dia menyebut, sanksi dapat berupa pembatalan subsidi negara, hingga pencabutan hak keikutsertaannya di Pilkada selanjutnya.

Pilkada Surabaya menjadi contoh. Hingga hari terakhir pendaftaran, hanya pasangan calon Rismaharani-Whisnu Sakti Buana yang tercatat dalam data KPU. Pasangan ini mengantongi dukungan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Enam partai yang tergabung dalam Koalisi Majapahit awalnya berencana akan mengajukan pasangan calon untuk bersaing dengan Risma. Namun, hingga kini masih belum ada calon yang terdaftar akan bersaing dengan Risma di Pilkada Surabaya.

Koalisi Majapahit ini terdiri dari PKB, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN). (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER