Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Hukum dan Hubungan Antar Lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Purnawarman Basundoro, berpendapat pembentukan program syariah untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tak akan mengacaukan pengelolaan dana BPJS Kesehatan.
Saat ini terdapat opsi alternatif sebagai tanggapan atas rekomendasi Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia terkait penyelenggaraan JKN oleh BPJS Kesehatan, yakni peserta baru BPJS Kesehatan akan diberikan dua pilihan saat mendaftar, yaitu program konvensional dan syariah. Sementara peserta lama tetap sesuai dengan mekanisme yang ada.
Nantinya pengelolaan dana untuk program BPJS Syariah dilakukan di bank syariah. Pengelolaan dana yang sebagian dipindahkan ke bank syariah, kata Purnawarman, tidak akan merusak sistem pengelolaan dana BPJS Kesehatan yang telah berjalan selama ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dana BPJS Kesehatan yang masuk langsung dipakai untuk membayar klaim ke rumah sakit sehingga tidak banyak dana yang tertumpuk. Karenanya pemindahan sebagian dana ke bank syariah tidak akan terlalu mempengaruhi pengelolaan dana BPJS Kesehatan," kata Purnawarman di Jakarta.
Hal senada dilontarkan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Nonbank OJK Firdaus Djaelani. "Hasil investasi BPJS Kesehatan tidak banyak. Uangnya cepat berputar. Begitu masuk, langsung keluar," kata dia.
Bila nantinya program syariah disetujui dan diputuskan, BPJS Kesehatan bisa langsung menghitung jumlah peserta program syariah lalu memasukkannya ke bank syariah. "Misalnya setelah dihitung ada 20 persen peserta yang memilih program syariah, BPJS Kesehatan tinggal memasukkannya ke bank syariah, mungkin jumlahnya dilebihkan sedikit," ujar Firdaus.
Adapun, Wakil Ketua Dewan Pengurus Harian Dewan Syariah Nasional MUI Jaih Mubarok mengatakan lembaganya hanya mengeluarkan pernyataan bahwa BPJS Kesehatan tidak syariah. (Baca juga:
MUI Tegaskan Tak Ada Kata 'Haram' BPJS Kesehatan)
"Hasil fatwa ini bisa menjadi pedoman. Namun fatwa secara hukum tidak mengikat. Fatwa hanya mengikat ke arah moralitas," kata Jaih.
Menurutnya, perubahan BPJS menjadi BPJS konvensional dan syariah mungkin saja membutuhkan proses panjang. Kapasitas dan kemampuan bank syariah kemudian menjadi isu baru yang mesti diperhitungkan.
"Berdasarkan undang-undang, pengelolaan dana haji diharuskan dilakukan di bank syariah. Namun saat ini dari Rp 70 triliun yang ada, bank syariah baru siap Rp 20 triliun. Jadi sisanya di bank lain," ujar Jaih.
Forum Ulama Komisi Fatwa MUI seluruh Indonesia sebelumnya menerbitkan keputusan yang salah satu di antaranya menyebut BPJS Kesehatan tidak sesuai syariah. Ada tiga alasan yang melandasi keputusan itu.
Pertama, tidak ada landasan hukum yang jelas dari BPJS. Kedua, dana yang terkumpul di BPJS tidak jelas akan menjadi milik siapa saat sudah masuk ke kas BPJS. Ketiga, penyaluran dana BPJS tidak jelas ke mana. Dikhawatirkan dana tersebut akan disalurkan ke sesuatu yang bertentangan dengan syariah.
(pit/agk)