Kasus Kondensat, Bareskrim Batal Periksa Eks Kepala BP Migas

Rinaldy Sofwan Fakhrana | CNN Indonesia
Rabu, 05 Agu 2015 15:36 WIB
Melalui kuasa hukumnya, Raden Priyono tidak bisa memenuhi panggilan Bareskrim Polri karena sakit.
Pasukan penyidik dari Bareskrim Polri melakukan penggeledahan di Kantor SKK Migas di Wisma Mulia, Jakarta (5/5/2015). (Istimewa/detikcom)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim) batal memeriksa bekas kepala Badan Pelaksana Minyak dan Gas (BP Migas) Raden Priyono sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pada proses jual beli kondensat bagian negara.

"Yang bersangkutan datang tapi mengaku sakit," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak saat dihubungi, Rabu (5/8).

Menurutnya, saat ini penyidik sedang menjadwal ulang pemeriksaan. Untuk waktu tepatnya, Victor belum bisa memastikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ini bukan kali pertama Priyono batal diperiksa oleh polisi. Penyidik sebenarnya telah mengagendakan pemeriksaan terhadap Priyono pekan lalu, namun dia tidak hadir karena masih berada di luar kota.

Kehadiran Priyono di Markas Besar Polri, Jakarta, tidak terpantau. Pagi tadi, kuasa hukumnya, Supriyadi Adi, mengatakan tersangka telah hadir memenuhi panggilan.

Selain Priyono, penyidik juga telah menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yakni bekas Deputi Finansial BP Migas Djoko Harsono dan pemilik lama PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Honggo Wendratno.

Sementara keterangan Djoko sudah dianggap cukup, penyidik masih harus berangkat ke Singapura untuk meminta keterangan Honggo. Dia tidak bisa kembali ke Indonesia karena masih harus menjalani perawatan medis di negara tetangga.

Dalam kasus ini, penyidik menduga TPPI menjadi mitra penjualan kondensat BP Migas tanpa dipayungi kontrak. Setelah satu tahun jual beli berjalan, BP Migas malah menunjuk perusahaan itu secara langsung dengan menyalahi prosedur.

Selain itu, TPPI juga diketahui berada dalam kondisi keuangan tidak sehat pada kala itu. Karenanya, perusahaan tersebut tidak layak dijadikan mitra dan gagal membayar hutangnya sehingga terjadi kerugian negara. Estimasi sementara, kerugian kasus ini mencapai Rp 1,2 triliun. (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER