Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung memenangkan Kejaksaan Agung, sebagai wakil negara, dalam perkara perdata melawan Yayasan Supersemar yang dikelola keluarga mantan Presiden Soeharto, pada awal Juli lalu
Putusan di tingkat Peninjauan Kembali bernomor 140PK/PDT/2015 itu keluar berselang sekitar lima tahun dari putusan kasasi Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang juga memenangkan Kejagung.
Juru bicara MA, Suhadi, membantah tudingan bahwa lembaganya lamban dalam menyelesaikan perkara perdata ini. Menurutnya, selang waktu yang cukup lama antara putusan kasasi dan peninjauan kembali ini seharusnya tidak ditanyakan kepada MA, melainkan pemohon, yakni Kejagung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Permohonan PK ini diajukan tahun 2015. Jadi, penggunaan upaya hukum itu tergantung pihak. Kami tidak bisa mendorong para pihak (menggunakan upaya hukum). Itu tergantung para pihak kapan mau mengajukan," ujarnya di kantor MA, Jakarta, Selasa (11/8).
Kepada wartawan pada sesi jumpa pers di kantornya, Suhadi justru merasa bersyukur karena lembaganya dapat menyelesaikan permohonan peninjauan kembali ini dengan cepat.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor Tahun 2004 menyebutkan enam alasan yang dapat digunakan para pihak untuk mengajukan peninjauan kembali pada perkara perdata.
Salah satu alasan tersebut adalah adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata pada sebuah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Seperti diberitakan sebelumnya, terdapat kesalahan dalam putusan perkara Yayasan Supersemar melawan Kejagung di tingkat kasasi yang dikeluarkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Oktober 2010 silam.
Salah ketik pada putusan itu terkait nominal uang yang harus dibayarkan Yayasan Supersemar sebagai ganti rugi kepada negara.
Angka yang seharusnya tertulis Rp 185 miliar menjadi Rp 185 juta karena jumlah nol dalam ketikan tersebut kurang tiga digit. Akibat salah ketik ini, putusan tak dapat dieksekusi.
Suhadi telah mengakui kesalahan ketik tersebut. Meski demikian, ia menolak berkomentar tentang sanksi yang akan diberikan MA kepada panitera maupun hakim yang mengeluarkan putusan tersebut.
"Kekeliruan itu manusiawi, tidak bisa disalahkan pada panitera saja," ujarnya.
(meg/meg)