Kecelakaan Pesawat Turun Kecuali untuk Penerbangan Perintis

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Selasa, 18 Agu 2015 14:28 WIB
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan masih terdapat resiko kecelakaan tinggi pada penerbangan perintis di Indonesia.
Pesawat Trigana Air. (Dok. Sekretariat Kabinet)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kecelakaan pesawat terbang di Indonesia secara keseluruhan mengalami penurunan. Namun, tidak demikian halnya dengan penerbangan perintis.

Pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan tingkat keselamatan pada jalur penerbangan perintis tidak mengalami peningkatan. Dengan kata lain, masih terdapat resiko kecelakaan yang tinggi pada penerbangan perintis di Indonesia. (Lihat Juga: FOKUS Evakuasi Korban Trigana Air)

"Penerbangan perintis kondisinya secara umum belum membaik. Landasan kecil dan benar-benar susah untuk diakses belum lagi kondisi cuaca yang ekstrim di wilayah timur Indonesia, " kata Gerry saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (18/8).  (Baca Juga: Trigana: Pesawat Jatuh karena Alam dan Cuaca Tak Menentu)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gerry mengatakan saat ini perhatian pemerintah masih tertumpu pada segi keselamatan penerbangan komersil dan besar sehingga penerbangan perintis masih terabaikan. Padahal, dia mengatakan dari segi pasar, permintaan atas penerbangan perintis dari tahun ke tahun semakin besar.

"Dari segi angkut orang mungkin enggak terlalu ekonomis dan menguntungkan namun dari segi pengiriman barang penerbangan perintis menguntungkan," kata Gerry. (Lihat Juga: Rerata Kematian Kecelakaan Pesawat Indonesia 25 Kali dari AS)

Oleh karena itu, di Indonesia semakin banyak pemain penerbangan perintis bermunculan, diantaranya adalah Susi Air, Trigana Service Air dan Aviastar.

Lebih lanjut, kata Gerry, tantangan utama bagi para penerbang di jalur perintis adalah persoalan fasilitas pendukung cuaca yang minim. (Baca Juga: Trigana Air Telah Kecelakaan 19 Kali Sejak 1992)

Gerry menjelaskan pilot penerbangan perintis umumnya menggunakan metode manual untuk melakukan pengecekan cuaca, yakni dengan menelpon sebelum berangkat dan sebelum mendarat di landasan. Alhasil, keputusan terbang atau tidak berada utamanya di tangan seorang pilot.

"Terkadang tekanan penumpang untuk melanjutkan penerbangan juga cukup besar. Hingga, sulit bagi seorang pilot perintis untuk tidak melanjutkan penerbangan," ujar dia.

Gerry mencontohkan kasus di mana seorang pilot perintis mesti memilih diantara menerobos cuaca yang buruk atau membiarkan warga yang menunggunya di landasan tujuan mati kelaparan karena makanan dan barang-barang tidak jadi dikirimkan.

"Lebih susah memutuskan dua hal itu. Oleh karena itu, semestinya pemerintah juga membantu untuk meningkatkan keselamatan di landasan udara perintis," ujar Gerry.

Hal itu, misalnya, seperti meningkatkan komitmen operator penerbangan di landasan perintis untuk mau memasang informasi lalu lintas udara.

"Sehingga, pilot saat terbang bisa melihat radar untuk menghindari menabrak objek seperti gunung atau bukit dan tidak nekat masuk ke dalam wilayah yang cuacanya buruk," kata lulusan dari University of Technology Sydney tersebut.

Sementara itu, Kepala Bagian Hukum dan Humas Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Hemi Pamurahardjo yang dihubungi CNN Indonesia pada Selasa (18/8) menyatakan bahwa Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan peraturan untuk meningkatkan keselamatan penerbangan sipil di Indonesia.

“Seluruh aturan yang diminta ICAO sudah kami buat, komplit,” tuturnya.

Kecelakaan Pesawat Perintis

Di bawah adalah beberapa kecelakaan pesawat penerbangan perintis yang pernah terjadi di Indonesia beberapa tahun terakhir.

1. Jatuhnya pesawat CASA 212-200 milik Maskapai Nusantara Buana Air (NBA) di belantara Taman Nasional Gunung Leuser, Bahorok, Langkat Sumatera Utara pada Kamis 29 September 2011.

Pesawat berangkat dari bandara Polonia Medan menuju Bandara Kutacane.

Menurut Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bakti Gumai pesawat jatuh karena cuaca buruk. Berdasarkan penelusuran mereka, pesawat masih layak terbang dan kartu tanda kelayakan terbang juga masih berlaku. Sayangnya, pilot melawan cuaca buruk dan memutuskan untuk meneruskan penerbangan.

2. Sebuah pesawat jenis Cessna Grand Caravan milik maskapai Susi Air jatuh, pada Rabu (23/11) 2011 pagi di dekat landasan udara Sugapa, Intan Jaya, Papua.

Pesawat nahas itu mengangkut bahan makanan yang sedianya dikirim dari landasan udara Nabire menuju Sugapa, di Kabupaten Intan Jaya. Akibatnya, seorang pilot berkebangsaan New Zealand luka parah sementara kopilotnya, seorang warga Spanyol, tewas di tempat.

Pesawat sudah hampir mendarat di landasan udara Sugapa ketika mendapat konfirmasi dari menara pengawas bahwa kondisi landasan sedang tidak steril.

Pilot memutuskan menaikkan ketinggian pesawat dan kecelakaan pun terjadi.

Bandara Lanud Sugapa diapit oleh tebing tinggi terjal di kanan kirinya kerap dipakai warga setempat sebagai tempat melintas bahkan menggembalakan ternak.

3. Pesawat jenis Twin Otter milik Merpati jatuh di wilayah Abmisibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua pada 2 Agustus 2009. Pesawat hilang kontak dalam penerbangan dari Bandara Setani, Jayapura menuju Oksibil. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER