Jakarta, CNN Indonesia -- Meski tak memiliki alat pendingin, tim evakuasi beruntung suhu di Distrik Oktabe, Pegunungan Bintang cukup rendah. Suhu sekitar 20 derajat di lokasi jatuhnya pesawat Trigana Air membantu menjaga jenazah korban tidak cepat rusak.
"Saat ini disana tidak ada pendingin, kondisi disana sudah sangat dingin. Kami berharap semoga kondisi jenazah tetap aman tanpa alat pendingin," kata Deputi Bidang Operasi Badan SAR Nasional Heronimus Guru, Rabu (19/8) kepada CNN Indonesia.
Namun cuaca dingin ini juga menjadi kendala tersendiri bagi tim evakuasi. Pasalnya, selain menghadapi kendala cuaca, tim gabungan juga harus dihadapkan pada medan sulit. (Baca juga:
Trigana: Pesawat Jatuh karena Alam dan Cuaca Tak Menentu)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim evakuasi saat ini harus menempuh jalur darat untuk mengevakuasi 54 jenazah korban. "Tim harus benar-benar dalam kondisi prima," katanya.
SIMAK FOKUS:
Evakuasi Korban Trigana Air
Evakuasi lewat jalur udara yang kemarin direncanakan, urung dilaksanakan karena cuaca yang tak kunjung membaik. Padahal dua helikopter sudah disiapkan sejak kemarin untuk mengangkut jenazah dari titik jatuhnya pesawat rute Sentani - Oksibil itu.
Tim evakuasi sudah merencanakan akan membangun helipad atau menggunakan teknik hoisting atau menarik jenazah ke helikopter. Cuaca yang tak mendukung membuat tim lebih memilih jalur darat untuk evakuasi. (Baca juga:
Gotong Jenazah Korban Trigana, Tim Berjalan Kaki 4,5 Jam)
Menurut Heronimus, kondisi jalur darat sangat sulit dilalui. Selain jauh, topografi wilayah Pegunungan Bintang juga berbukit-bukit. Kondisi ini membuat evakuasi jalur darat membutuhkan waktu enam jam berjalan kaki dari titik jatuhnya pesawat ke basecamp sementara.
Dari basecampe sementara, rencananya jenazah akan dibawa menggunakan helikopter ke Bandara Oksibil. Dari bandara tersebut, jenazah akan dibawa ke Jayapura untuk diidentifikasi di Rumah Sakit Bhayangkara.
(sur)