Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengungkapkan pernyataan pribadinya jika pemerintah seharusnya tidak perlu meminta maaf terkait peristiwa pembunuhan massal pascatragedi 30 September 1965 yang melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Ryamizard berkata, peristiwa tersebut sebaiknya segera dilupakan agar seluruh komponen negara dapat fokus mengejar target pembangunan ke depan.
"Sudahlah, lupakan. Kita bangun bangsa ini ke depan. Tidak akan ada habisnya. Minta maaf berarti salah, lalu nanti akan ada yang minta ganti rugi, lalu apa lagi. Tidak akan selesai," ujar Ryamizard di Jakarta, Rabu (19/8) petang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pensiunan TNI berbintang empat ini menuturkan, seringnya isu PKI muncul ke publik menandakan masih ada dendam di antara anak bangsa. Menurutnya, perasaan dendam tersebut akan menghalangi langkah Indonesia menghadapi persaingan global yang semakin ketat.
"Di depan itu yang akan kita hadapi akan bertambah terjal, tambah rumit masalahnya. Akan terjadi perselisihan terus, kenapa, karena jumlah orang (penduduk dunia) semakin banyak, sementara jumlah lahan pertanian berkurang. Lama-lama saling berebut. Mulai dari negara sendiri ke negara lain," tuturnya.
Adapun, Ryamizard menyebut permintaan maaf pemerintah kepada anggota maupun mereka yang dicap sebagai bagian dari PKI tidaklah perlu. Ia beralasan, sejarah mencatat, PKI merupakan pihak yang memicu pergolakan pada dekade 1960-an.
"Kita pakai logika saja. Jangan menyalahkan orang. Yang memberontak siapa, yang membunuh duluan siapa, yang membunuh jenderal-jenderal TNI itu siapa. Masa yang dibunuh dan di-berontakin minta maaf," ujarnya.
Pembunuhan massal yang terjadi sekitar tahun 1965 merupakan salah satu dari kasus pelanggaran hak asasi manusia yang penyelesaiannya diprioritaskan pemerintah.
Kasus ini akan segera diselesaikan pemerintah dengan mekanisme rekonsiliasi melalui tim khusus yang dikoordinatori Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia Luhut Pandjaitan dan beranggotakan sejumlah lembaga serta kementerian terkait seperti Kejaksaan Agung, Polri, TNI dan Kementerian Hukum dan HAM.
(pit)