Jakarta, CNN Indonesia -- Persoalan komisi ad hoc di Indonesia mendapat sorotan setelah Presiden ke-5 Indonesia Megawati Soekarnoputri menyinggung soal anggaran negara yang diperberat oleh kehadiran komisi-komisi tersebut.
Partai Demokrat selaku partai oposisi menunjukkan dukungannya terhadap ucapan Megawati. Menurut Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan, perlu ada penataan ulang terhadap komisi-komisi ad hoc tersebut.
"Memang ada sekitar 120 lembaga atau komisi ad hoc yang harus dilakukan penataan ulang," kata Syarief saat ditemui di Depok, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya ditata ulang, Syarief pun setuju seandainya komisi-komisi ad hoc ditelaah lagi eksistensinya apakah masih diperlukan atau tidak. Dia beralasan, 120 lembaga atau komisi ad hoc tersebut memang jelas-jelas membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Sayangnya, Syarief tak mampu merinci 120 komisi ad hoc yang dia sebut tersebut. Dia pun mengakui bahwa penataan ulang terhadap komisi-komisi tersebut tidak dilakukan secara optimal saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dengan alasan prioritas.
"Sudah ada tapi saat itu kami mengutamakan bagaimana mengendalikan pemerintahan lebih awal," kata anggota DPR RI tersebut.
Sementara itu Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Asrul Sani mengatakan persoalan keberadaan komisi-komisi ad hoc yang kini mencuat merupakan perhatian yang pernah diutarakan oleh kalangan akademisi dan masyarakat sipil tentang perlunya meninjau kembali keberadaan beberapa komisi atau lembaga negara yang menangani bidang-bidang tertentu.
Komisi atau lembaga-lembaga ad hoc itu menjadi perhatian lantaran keberadaannya dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dengan sendirinya, kata Asrul, keberadaan lembaga-lembaga ad hoc itu membebani APBN.
"Namun tampaknya langkah peninjauan seperti itu kok terkesan berhenti atau mandek," ujar Asrul saat dihubungi, Rabu (19/8).
Asrul menyatakan PPP bakal mengingatkan kembali Presiden Jokowi agar melanjutkan upaya melakukan perampingan institusi-institusi yang ada, termasuk jika kemudian pada praktiknya dibutuhkan amandemen atas undang-undang yang mengaturnya.
(pit)