Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak mengungkapkan berkas pemeriksaan tiga tersangka kasus korupsi kondensat telah selesai. Ia mengatakan berkas akan dilimpahkan ke Kejaksaan besok.
Victor mengungkapkan seharusnya berkas sudah dilimpahkan kemarin, Rabu (19/8). Namun, hal itu batal dilakukan dengan pertimbangan belum diterimanya laporan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas perkara ini.
Jenderal bintang satu ini juga mengatakan tindak pidana korupsi baru dapat dibuktikan jika sudah ada laporan kerugian negara, yang merupakan kewenangan BPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi saya putuskan berkas TPPI saya serahkan besok ke Kejaksaan, sambil menunggu perkiraan kerugian negara," ujar Victor di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (20/8).
Ia mengatakan berkas pemeriksaan ketiga tersangka akan diserahkan ke Kejaksaan secara bersamaan. Victor pun mengungkapkan tidak menjadi masalah apabila pihaknya tidak menahan ketiga tersangka, meski berkas pemeriksaan akan diserahkan ke kejaksaan.
Ia menilai, ketiga tersangka masih kooperatif sehingga belum perlu dilakukannya penahanan. "SOPnya kan (ditahan) kalau tidak kooperatif, melarikan diri atau menghilangkan barang bukti," ujarnya.
Tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi kondensat adalah mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan Gas Raden Priyono, bekas Deputi Finansial BP Migas Djoko Harsono dan pemilik lama PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Honggo Wendratno.
Ketiganya disangka telah melanggar Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undag-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 dan atau Pasal 3 dan 6 UU nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU nomor 25 tahun 2003.
Diketahui, TPPI tercatat menjual kondensat bagian negara dari BP Migas sejak Mei 2009 hingga Maret 2010. Namun, pada prosesnya, penjualan justru mengakibatkan piutang negara sebesar US$160 juta atau Rp2 triliun. Meski menimbulkan piutang negara, penjualan terus dilanjutkan sehingga piutang negara semakin membengkak.
(meg)