Jakarta, CNN Indonesia -- Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyebut kelompok teroris Santoso diindikasikan mendapat dukungan dana dari Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Kelompok Mujahidin Indonesia Timur itu juga mendapat bantuan dana dari dalam negeri.
"Dia punya hubungan dengan ISIS di Suriah tapi di dalam negeri juga ada, sumbangan-sumbangan itu ada," kata Badrodin saat ditemui di Mabes Polri, Jumat (21/8).
Aliran dana untuk operasional kelompok teroris ini diakui Badrodin sulit dibendung. Padahal memotong jalur bantuan dana dan logistik jadi salah satu fokus Polri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalahnya, kata Badrodin, wilayah hutan di Poso yang jadi basis Santoso sangat luas. Petugas menurutnya jelas tak mungkin mengepuh hutan yang demikian luas itu. Apalagi banyak warga sekitar yang juga kerap keluar masuk hutan.
Badrodin mengatakan masyarakat sebanyak itu tidak mungkin diperiksa satu per satu.
Selain dari ISIS dan bantuan dari dalam negeri, Badrodin juga mencurigai Santoso juga mendapat dukungan logistik dari waega sekitar. Pada periode 2000 hingga 2007, kelompok teroris ini bergerak dari satu rumah ke rumah penduduk lain di Poso.
Oleh sebab itu, evaluasi selalu dilakukan oleh Polri setiap melakukan operasi di Poso. Operasi pengejaran Santoso diberi sandi Operasi Camar Maleo. Saat ini Operasi Camar Maleo II hampir berakhir namun pimpinan Majelis Indonesia Timur itu tak kunjung tertangkap.
Awal bulan depan, rencananya akan kembali digelar Operasi Camar Maleo III untuk menangkap Santoso.
Beberapa kali baku tembak terjadi dalam operasi ini. April lalu Daeng Koro, salah satu sosok penting dalam jaringan Santoso tewas ditembak petugas.
Sementara dalam baku tembak yang terjadi sejak Selasa lalu, giliran Bado alias Osama yang tewas saat penyergapan di Gunung Auma dan Gunung Langka.
Bado adalah satu dari puluhan terduga teroris yang masuk dalam daftar pencarian orang. Ia adalah salah satu dari beberapa orang yang paling dicari polisi yang punya peran penting dalam kelompok Santoso.
(sur)