Libatkan Keluarga, Tren Korupsi Mulai Bergeser

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Senin, 24 Agu 2015 01:01 WIB
Keterlibatan keluarga dalam kasus korupsi menjadi tren yang menarik karena sebelumnya keluarga adalah pusat penangkal korupsi bagi seseorang.
Gubernur Sumatera Utara non aktif Gatot Pujo Nugroho bersama istri Evy Susanti menjadi tersangka kasus korupsi. (Antara Foto/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota tim penyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Komisi Pemberrantasan Korupsi (KPK) Tri Agung Kristanto mengatakan saat ini tren korupsi mulai bergeser karena  ada perubahan pelaku maupun pola pelaku korupsi di Indonesia.

Tri Agung Kristanto mengatakan korupsi yang dulunya hanya melibatkan mitra kerja atau rekan di kalangan profesional, sekarang juga melibatkan keluarga.  Hal ini terlihat pada penangkapan beberapa tersangka korupsi yang merupakan pasangan suami istri.

Dalam diskusi di Gondangdia, Jakarta, Tri Agung mencontohkan kasus korupsi yang menjerat Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho dan istri mudanya Evy Susanti. Dan  juga kasus korupsi yang menyandung Nazarudin dan istrinya Neneng Sri Wahyuni serta Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyito.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan istrinya Suzzana juga terseret kasus korupsi bersama. Bupati Karawang Ade Swara dan istrinya Nur Latifah, serta Akil Mochtar dan sang istri yang terseret kasus pencucian uang dan akhirnya diperiksa KPK.

"Sekarang itu korupsi berkeluarga. Bukan hanya berjamaah karena melibatkan banyak orang," kata Tri Agung, Sabtu (22/8).

Tri, yang pernah belajar tentang pemberantasan korupsi di Amerika Serikat, Singapura dan Malaysia, mengatakan situasi ini jauh berbeda dengan teori yang dipelajarinya.

"Ketika saya belajar tentang pemberantasan korupsi, dikatakan pusat penangkalnya adalah keluarga. Tapi yang terjadi saat ini keluarga menjadi bagian korupsi dan pengembangan nepotisme," ujar Tri.

Bukan hanya soal kelompok pelaku korupsi, usia pelaku korupsi menurut Tri juga mengalami pergeseran karena dahulu korupsi dilakukan oleh orang-orang yang usianya sekitar 50 tahun.

Tri menyebutkan, data dari KPK mencatat pelaku korupsi usianya semakin kurang dari 35 tahun.

"Angelina Sondakh ketika tertangkap berumur 33 tahun. Nazarudin 35 tahun, Gayus 30 tahun," kata dia.

Tri juga mengemukakan penemuan menarik lain dari perilaku korupsi di Indonesia, yaitu bahwa  sekarang perilaku korupsi lebih independen.

Ia mengatakan siapapun bisa melakukan korupsi asal punya otoritas dan kewenangan.

Berbeda dengan zaman orde baru dulu, saat korupsi dilakukan terpusat oleh satu kelompok saja.

"Perilaku korupsi sekarang sama dengan jargon pembangunan dulu, semakin merata. Dulu, orang yang di sekitar Pak Harto saja yang dapat. Semakin dekat dengan Pak Harto semakin dapat harta makin dapat banyak," ujar Tri.

Bukti dari korupsi yang semakin merata seperti yang dikatakan Tri ini bisa dilihat di catatan Kejaksaan Agung yang menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2005-2014, sudah ribuan orang melakukan korupsi.

Data tersebut menyebutkan sepanjang 2005-2014, ada 331 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi, 3.169 anggota DPR dan DPRD, dan 1.211 orang merupakan pegawai negeri sipil.

"Itu pun masih belum termasuk jaksa, polisi, dan anggota TNI. Itu ada semua," kata Tri.

Kendati ada banyak perubahan, Tri yakin korupsi di Indonesia sudah bisa ditangani dengan lebih baik berdasarkan indeks persepsi korupsi yang semakin membaik.

"Survey Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2014 naik, jadi 3,4. Tahun 2011 angkanya 3,0, Tahun 2009 sampai 2010 angkanya 2,8. Tapi masih kalah dari Malaysia dan Singapura," kata Tri.

Badan internasional itu menyebutkan bahwa negara dengan angka indeks persepsi korupsi tertinggi, atau paling bersih dari korupsi, adalah Finlandia, Swedia, Denmark, dan Singapura. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER