Jakarta, CNN Indonesia -- "Ini kayaknya tidak ada lagi keadilan sosial seperti isi Pancasila di Jakarta."
Dengan nada lemah, perkataan itu keluar dari mulut Resti (35), warga Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Ia merespons rencana penggusuran oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas ratusan rumah dan bangunan di sana.
Penuh emosi wanita tersebut mengungkapkan perasaannya saat ditemui CNN Indonesia di kawasan Bukit Duri, Sabtu (22/8). Ia menyambut baik, sekaligus mengkritik keras niatan Pemprov DKI Jakarta menertibkan bangunan yang berada di Bukit Duri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Resty bercerita, ketidakadilan sungguh terlihat saat Pemprov DKI Jakarta mengumumkan akan memberi unit-unit rumah susun sederhana sewa (rusunawa) kepada seluruh warga yang hendak digusur dari Bukit Duri.
Menurutnya, pemberian rusunawa tidak bisa dilakukan secara sembarangan oleh pemerintah. Seleksi ketat penerima unit rusunawa harus dilakukan, karena banyaknya warga yang berstatus sebagai pendatang dan mengontrak rumah di kawasan Bukit Duri saat ini.
"Bahkan orang yang tidak punya KTP pun akan diberikan KTP. Ya mereka senang lah, kan tadinya tidak punya rumah, mengontrak, terus dikasih rumah tiga bulan sewa gratis. Tapi kalau yang punya rumah, lahan, usaha, walaupun bagaimana tetap merasa kehilangan," ujarnya penuh emosi, Sabtu (22/8).
Ia menyadari upaya penertiban yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta sesuai hukum dan peraturan yang ada. Dirinya pun menerima jika harus dipindahkan dari Bukit Duri ke salah satu unit rusunawa nantinya.
Namun, menurutnya Pemprov DKI Jakarta tidak bisa serta-merta memindahkan manusia penghuni Bukit Duri ke lokasi baru, tanpa persiapan apapun. Ia menuntut Pemerintah dapat mempertimbangkan segala kehilangan yang akan diderita warga, jika penggusuran sudah dilakukan.
"Dari kemanusiaannya betul kita jadi pindah ke tempat yang lebih baik. Tapi lihatlah orang kecil yang pindah jangan dianggap punya banyak tabungan. Kita kadang kala buat makan besok baru nyari sekarang uangnya," ungkapnya.
Secara kasat mata, terlihat jelas kecemburuan yang dimiliki Resti jika rusunawa diberikan kepada seluruh warga yang akan digusur. Wanita pemilik usaha kontrakan di Bukit Duri itu meminta Pemprov DKI Jakarta tidak sembarangan mengeluarkan KTP, apalagi unit rusunawa, bagi pendatang yang belum memiliki identitas.
"Kalau memang mau ada relokasi tolong lihat. Justru salah mereka yang tidak punya KTP dikasih tempat, berarti kan mereka bukan warga sini (Bukit Duri). Bagaimana mereka mau lihat dengan keadilan!" ucapnya dengan nada tinggi.
Buram Penghasilan Pasca PenggusuranJika penggusuran Bukit Duri sudah dilakukan, ratusan rumah dan tempat usaha warga di sana akan musnah. Warga pun akan dipindahkan ke rusunawa yang disiapkan. Namun, bagaimana nasib pekerjaan atau usaha yang mereka jalani selama tinggal di Bukit Duri nantinya?
Resti mengaku belum memiliki solusi terkait pekerjaan dan usahanya jika penggusuran dilakukan. Ia berkata, besar kemungkinan sekolah anak-anak warga Bukit Duri akan putus jika pekerjaan atau usaha baru tidak difasilitasi oleh pemerintah.
"Ya saya tidak tahu bagaimana sampai sekarang. Yang dikorbankan itu bukan satu, dua orang, tapi ribuan. Kita lihat anak-anak masih sekolah, mungkin akan berhenti karena tidak punya penghasilan lagi," ungkapnya.
Kekhawatiran yang sama juga dimiliki Iwan (65). Pria yang memiliki sebuah warung di Bukit Duri itu terlihat khawatir jika lahan usaha dan pekerjaan tidak ada lagi di rusunawa nantinya.
Baginya, membuka warung di rusunawa akan lebih sulit, dibanding jika itu dilakukan di Bukit Duri. Keterbatasan lahan menjadi sebab munculnya kekhawatiran dalam diri Iwan.
"Ya kalau nanti digusur mau bagaimana lagi. Tutup juga warungnya. Masa buka usaha di rusun," kata Iwan.
Saat ini warga Bukit Duri masih menunggu giliran penggusuran akan mereka rasakan. Mereka menunggu dengan penuh harap dan cemas terkait masa depan anak, cucu, dan diri mereka di tempat tinggal baru nantinya.
(pit/pit)