Jakarta, CNN Indonesia -- Jenderal Besar Soedirman adalah tokoh penting kemerdekaan Indonesia. Lelaki kelahiran Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga, 24 Januari 1916 ini sebenarnya adalah seorang guru.
Dia mengajar di HIS (Hollandsch-Inlandsche School) - sekolah khusus bumiputera setara SD sekarang - Muhammadiyah di Cilacap. Dia juga giat di kepanduan Hizbul Wathan.
Maklumlah, Sudirman memperoleh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa, sebuah sekolah yang menanamkan nasionalisme tinggi. Kemudian ia melanjut ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah di Solo tapi tak tamat. (Baca juga:
'Jenderal Soedirman,' Oase Baru Film Sejarah Indonesia)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) dan langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Cerita Sudirman, guru SD untuk jadi panglima besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dimulai ketika pada 5 Oktober 1945, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan sebuah maklumat.
Maklumat yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno itu berbunyi:
Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat. Tanggal dikeluarkannya maklumat itu kemudian ditetapkan sebagai hari ABRI atau TNI sekarang.
Sebagaimana disitir dari buku “ Yogyakarta 19 Desember 1948, Jenderal Spoor versus Jenderal Sudirman” (2006) karangan Letyjen (Purn) Himawan Sutanto, menyertai dalam maklumat itu adalah ditugaskannya bekas Mayor KNIL Oerip Soemohardjo untuk membentuk Markas Besar Tertinggi TKR (MBT TKR) alias menjadi Kepala Staf.
Ucapannya yang terkenal sesat usai diserahi tugas itu adalah “Aneh suatu negara zonder tentara.” Pembentukan MBT TKR itu terdiri dari divisi, brigade, resimen, batalyon dan lain-lain. Pemerintah juga membuka bagi siapa pun untuk bergabung dengan TKR.
Pada November 1945, diadakan musyawarah pertama di markas tertinggi TKR di Yogyayakarta. Undangan itu disambut antusias oleh komandan resimen dan panglima divisi TKR. Semua hadir kecuali pimpinan TKR Surabaya karena harus menghadapi Divisi 5 Tentara Inggris. (Baca juga:
'Soedirman' Film Kedua Garapan Tentara Tahun ini)
Dalam musyawarah itu pembicaraan mengarah pada pemilihan panglima besar dan menteri pertahanan karena memang saat itu masih belum ada. Saat itu, Kepala Staf dan Markas Tertinggi TKR memang ada, tapi tidak begitu terasa. Sementara Kementerian Pertahanan belum ada.
Setelah melalui musyawarah, akhirnya terpilih Kolonel Soedirman, Panglima Divisi V/TKR sebagai Panglima Besar dan Sultan Hamenkubuwono IX sebagai Menteri Pertahanan. Divisi V/TKR waktu itu meliputi deerah Banyumas, Magelang, Purworejo dan Temanggung.
Sembari menunggu pengangkatan, Soedirman memerintahkan serangan terhadap pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa. Pertempuran ini dan penarikan diri tentara Inggris menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat terhadap Soedirman.
Meski telah pilih, pengangkatan resmi Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar dilakukan oleh pemerintah pusat pada 18 Desember 1949. Tindakan Soedirman pertama setelah dilantik menjadi Panglima Besar adalah mengundang para panglima divisi di Yogyakarta untuk merancang kembali organisasi TKR. (Baca juga:
Jokowi Wajibkan Generasi Muda Tonton Kisah Jenderal Soedirman)
Sebab, mereka umumnya belum puas dengan organisasi yang ada. Pada saat Soedirman menjadi Panglima Besar berkembang 10 divisi TKR di Jawa dan enam divisi TKR di Sumatera.
BACA FOKUS:
Mengenang Jenderal Besar Soedirman (hel)