Celetuk Tanya Pansel Capim KPK, Dari Harta Hingga Wanita

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Selasa, 25 Agu 2015 17:16 WIB
Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK tak hanya bertanya soal pemberantasan korupsi, tetapi juga sedikit persoalan pribadi para calonnya.
Johan Budi saat tahap akhir wawancara calon pimpinan KPK di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa, 25 Agustus 2015. Hari kedua, tujuh calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengikuti tes tahap akhir wawancara antara lain Jimly Asshiddiqie, Johan Budi, Hendardji Soepandji, Giri Suprapdiono. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Satu persatu calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dicecar sejumlah pertanyaan oleh panitia seleksi, di Gedung Sekretariat Negara, Selasa (25/8). Tak hanya masalah kelembagaan dan pemberantasan korupsi, panita seleksi (pansel) juga sedikit mengusik persoalan pribadi para kandidat.

Beragam pertanyaan diajukan kepada calon pejabat negara ini, dari harta hingga wanita. Pansel sepakat sosok yang memiliki kuasa dan harta kerap tergoda wanita. Pansel juga mempertanyakan kejanggalan harta kekayaan yang dimiliki kandidat.

Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono mendapat jatah menjawab pertanyaan dari sembilan srikandi panitia seleksi untuk pertama kalinya. Datang awal sebelum pukul 08.00 WIB, Giri yang mengenakan batik cokelat tampak gugup duduk di kursi kandidat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak awal, Giri ditanya soal motifnya mendaftar sebagai pimpinan KPK. Di usia terbilang muda, 41 tahun, dan punya jabatan tentu mengundang wanita untuk menggoda.

"Anda masih muda, ganteng, bagaimana kalau tergoda wanita?" tanya sosiolog korupsi Supra Wimbarti saat wawancara seleksi pimpinan KPK.

Tersanjung, Giri tersenyum sebelum menjawab. "Antisipasinya jalan termudah harus bangun keluarga kita sebaik mungkin," ujarnya.

Tak puas dengan jawaban Giri, pansel terus mencecarnya apakah Giri dan istrinya saling menyayangi. "Saya sangat harmonis, mohon maaf kemana-mana kami berempat (dengan anak) satu paket," jawab Giri.

Giri juga membantah pernah dekat dengan salah satu bawahan perempuan seperti yang ditanyakan pansel. "Saya selalu memberikan tugas kepada bawahan saya berdasarkan kompetensi. Jadi tidak benar," ucapnya.

Selain Giri, kandidat lain juga ditanya soal kehidupan pribadi. Mayjen TNI Purnawirawan Hendardji Soepandji misalnya. Jendral purnawirawan bintang dua ini dicecar soal hartanya yang melimpah hingga Rp 32,2 miliar.

"Saya kira wajar. Itu harta kami berdua, saya dan istri saya. Saya menjadi TNI selama 36 tahun dan istri saya (bekerja) 33 tahun," kata Hendardji saat seleksi wawancara.

Pansel pun juga mencecar soal moge atau motor 'gede' yang dipunya Hendardji. Pria berusia 63 tahun ini mengaku, baru melaporkan kekayaan moge miliknya pada tahun 2014. Padahal, ia telah memilikinya sejak lama.

"Alasannya karena BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) sempat hilang jadi diurus ke polisi. Tapi saya tetap bayar pajak, " katanya.

Soal rumah, sedikit berbeda. Ketika ditanya pansel berapa rumah yang dimiliki, Hendardji terdengar gugup.

"Saya lupa," katanya. Sontak, gelak tawa pansel dan para pengunjung pecah.

Hendardji pun masih berkeras uang yang diperoleh pasca purna tugas dari militer adalah sebuah kewajaran. "22 tahun setelah pensiun, bertugas sebagai Direktur Utama Kemayoran dan Komisaris di Wilmar. Wilmar punya 90 badan usaha tapi saya jadi komisaris di satu badan usaha, PT Cahaya Kalbar yang sekarang jadi PT Wilmar Cahaya Indonesia," katanya.

Ia juga mengaku tak pernah menyalahgunakan wewenangnya untuk menguntungkan perusahaan tempat ia menjadi komisaris. "Tidak pernah," katanya singkat.

Masih perkara rumah. Kandidat lainnya sekaligus pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie ditanya soal rumah dinasnya ketika menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

"Anda dapat fasilitas rumah dinas saat jadi ketua MK di Pondok Indah dan harga sewa Rp 120 juta per tahun padahal ada rumah dinas yang sudah disediakan? Hak atau gimana?" tanya pansel Enny Nurbaningsih saat wawancara.

Menjawab pertanyaan Enny, Jimly santai. Ia bercerita, rumahnya sedang direnovasi dan rusak. Lima tahun pun ia tak menghuni rumah tersebut.

"Lalu ada rumah dinas tapi ada aturan rumah dinas tiga bulan dan tidak gampang (mengurusnya). Jadi harus ada rumah ketiga," katanya. Alhasil, ia menganggap kemewahan yang didapat sebagai ketua MK pun tak jadi masalah.

Lain halnya dengan ketiga kandidat tersebut, kandidat Johan Budi Sapto Pribowo justru diusik soal bagaimana manajemen emosi yang ia miliki. Ketua pansel Destry Damayanti menyinggung isu yang berhembus soal caranya menjaga emosi.

"Saya berharap Pak Johan bisa menjaga emosi. Saya dapat kabar Pak Johan Budi suka membanting telepon genggam kalau sedang emosi dan mendapat tekanan setelah jumpa pers," tanya Destry.

Namun, lantaran waktu sudah habis, Johan seperti dibungkam dan tak mempunyai kesempatan untuk menjawab. Ketika di luar ruangan, awak media pun berusaha mengonfirmasi Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK ini.

"Saya juga bingung kok muncul pertanyaan itu. Kalau membanting handphone saya kira tidak pernah tapi kalau emosi meledak pernah," kata Johan sembari bergurau.

Keempat kandidat di atas adalah tokoh yang menjadi sorotan publik dalam wawancara seleksi calon pimpinan KPK, Selasa (25/8). Alhasil, pertanyaan-pertanyaan di luar konteks pemberantasan korupsi pun bermunculan.

Apabila mereka lolos, maka pansel akan mengusulkannya ke Presiden Joko Widodo. Selanjutnya, kandidat akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan oleh anggota DPR. Jika mereka dinilai layak, maka akan menjadi punggawa komisi antirasuah untuk periode selanjutnya. (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER