Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) DKI Jakarta Mohammad Taufik menepis anggapan Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia yang menyatakan kalau kinerja DPRD DKI buruk. Menurut Taufik butuh waktu lebih dari satu tahun untuk menilai kinerja DPRD.
"Seharusnya tunggu setahun dulu kalau mau nilai saya," kata Taufik saat ditemui di Gedung DPRD DKI, Jakarta, Rabu (26/8).
Disinggung soal peraturan daerah yang baru satu diselesaikan DPRD, Taufik mengatakan dalam pekan ini, Perda Pariwisata bisa diselesaikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu menurutnya, masih ada empat rancangan perda yang akan disahkan pada bulan depan. Raperda itu antara lain Revisi Perda Nomor 10 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Beasiswa Daerah dan Raperda tentang Kenyamanan Dasilitas Publik Untuk Perempuan.
Ada juga revisi Perda Nomor 4 tentang Sistem Kesehatan Daerah, dan revisi Perda Nomor 8 Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan. Semuanya itu, kata Taufik merupakan Raperda inisiatif dewan. (Baca juga:
Ahok Minta Kepolisian Pimpin Penggusuran)
Taufik percaya DPRD bisa menyelesaikan keempat Raperda tersebut menjadi Perda pada September mendatang karena ada empat panitia kerja (Panja) yang secara khusus membahas Raperda tersebut.
Sementara itu, untuk Raperda lainnya, Taufik mengatakan masih menunggu draf akademik dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ada sekitar sembilan raperda yang merupakan usulan eksekutif yang drafnya belum diterima DPRD DKI.
Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, pihaknya sudah berupaya mendorong eksekutif untuk mempercepat usulan Perdanya. Tapi, Taufik pun paham membuat Perda tidaklah mudah.
"Kami sudah mengingatkan, cuma tidak gampang bikin perda," kata Taufik.
Terkait komentar Kopel Indonesia yang menyebutkan tentang kelanjutan Hak Angket, Taufik mengatakan tidak ada kewajiban konstitusional yang harus dilakukan untuk menindaklanjuti hasil hak angket. "Mau dilanjut silakan, mau tidak dilanjutkan terserah," ujarnya. (Baca juga:
Setahun Satu Perda, Kinerja DPRD Jakarta Dinilai Buruk)
Kala itu, DPRD DKI menempuh hak angket karena disinyalir Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mengirim dokumen RAPBD Tahun Anggaran 2015 yang bukan hasil pembahasan dan persetujuan DPRD untuk dikonsultasikan ke Kementerian Dalam Negeri. Berdasarkan hasil Panitia Angket kala itu, disimpulkan bahwa Ahok melakukan pelanggaran.
Tapi, kini, berdasarkan pengamatan Kopel Indonesia, hasil angket yang seharusnya ditindaklanjuti ke penegak hukum jika terbuki ada pelanggaran, malah tidak ada kelanjutannya.
"Ketika itu bergulir, paripurna setuju ada pelanggaran. Harusnya hak angketnya diarahkan, ditindaklanjuti penegak hukum. Tapi justru diserahkan ke pimpinan, mau apa tidak jelas," kata
Direktur Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah. (sur)