DPR Kritik Niat Surat Edaran Soal Pemidanaan Kebijakan

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Kamis, 27 Agu 2015 13:48 WIB
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai pemerintah tidak bisa pukul rata jika kesalahan dalam pengambilan kebijakan berada di level kesalahan administratif.
Presiden Joko Widodo saat pelantikan Menteri di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 12 Agustus 2015. CNN Indonesia/Safir Makki
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah mengatakan pemerintah perlu melakukan kajian komprehensif berkaitan dengan minimnya penyerapan anggaran terutama di daerah. Kajian diperlukan untuk menjawab kekhawatiran pejabat daerah dalam setiap mengambil keputusan.

Pernyataan Fahri menanggapi wacana pemerintah yang berniat menerbitkan surat edaran mengenai informasi bahwa setiap kebijakan tidak bisa dipidanakan. Kalaupun ada kesalahan dalam kebijakan hal itu dianggap sebagai kesalahan yang bersifat administratif sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014.

Namun Fahri menilai hal yang justru perlu dilakukan bukanlah penjaminan keamanan di level bawah. Pembenahan justru perlu dilakukan dalam kerangka membangun sistem hukum yang kuat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tidak ada obat ringkas. Misal presiden mau menjamin orang tidak bisa dipidana, itu tidak bisa. Kalau di level undang-undang, itu pasti ditolak. Sebab semua warga negara duduk berkesamaan di depan hukum," kata Fahri di Gedung DPR, Kamis (27/8).

Menurut Fahri, pemerintah perlu melacak sumber ketidakpastian hukum yang menyebabkan pemerintah daerah rentan terjerat hukum dalam setiap pengambilan kebijakan. Ada tiga hal yang disoroti Fahri.

Pertama, Fahri mendapati fakta adanya sebagian regulasi antikorupsi yang tumpang tindih dan melar karena adanya pasal karet. Hal itu perlu diidentifikasi secara mendalam untuk bisa diselesaikan.

Kedua, persoalan institusi. Fahri berpendapat selama ini belum ada institusi yang bisa memberi jaminan kepastian hukum. Malah, kata dia, hubungan antarlembaga penegak hukum dalam kurun 10 tahun terakhir belum menunjukkan sinergitas.

"Yang ketiga, persoalan bersumber dari kenakalan dan tidak disiplinnya aparat hukum itu sendiri," kata Fahri.

Kini Fahri mendapati kabar kepala daerah telah diberi jalan untuk menggandeng aparat penegak hukum guna memberi pengawalan dalam setiap kebijakan. Fahri ketus menyoroti hal tersebut dan menganggap pendampingan aparat terhadap kepala daerah telah menyalahi aturan.

"Penegak hukum tidak boleh campur tangan di eksekusi. Tidak boleh ajak beking," kata dia.

Menurut Fahri, Presiden Joko Widodo perlu diajak diskusi secara sistemik lantaran penerbitan surat edaran bukan solusi final dan tidak bisa mengintervensi hukum. Bagaimanapun, Fahri tetap dalam posisi satu pendapat dengan upaya pemerintah dalam menggenjot penyerapan anggaran.

"Sebaiknya presiden melakukan kajian yang komprehensif kenapa ada ketakutan yang luar biasa dari para pejabat dalam mengambil keputusan. Ini bukan cerita warung kopi, tapi laporan resmi dari lembaga negara bahwa penyerapan anggaran sangat mininal," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan ketakutan pemerintah daerah dalam administrasi dan teknis penggunaan anggaran, menjadi penyebab rendahnya penyerapan anggaran.

"Selama ini Pemda ketakutan untuk menyerap anggaran karena soal administrasi, soal teknis yang belum tentu ada niat jahat mengambil uang, tapi bisa dipidana," kata Yasonna, di Kompleks Parlemen, Selasa (25/8).

Yasonna menyebutkan diperlukannya standar operasional prosedur (SOP) untuk menghindari dipidanakannya pemerintah daerah berkaitan dengan penggunaan anggaran, sebelum ada audit dan temuan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan pemerintah tengah mendorong kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/walikota untuk berani mengambil kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan tanpa dirundung ketakutan akan terbentur dengan persoalan hukum.

Presiden Joko Widodo menghendaki agar penegak hukum tidak memidanakan sebuah kebijakan yang diambil oleh kepala daerah. Kalaupun ada persoalan administratif, katanya, bisa diselesaikan melalui jalur perdata sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER