Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam penggerebekan sebuah rumah mewah di Kabupaten Bandung Barat, kemarin (26/8), ditemukan sejumlah narkotik. Barang haram tersebut digunakan sebagai alat untuk mendukung kejahatan siber (cyber crime) yang dilakukan di rumah tersebut.
"Narkotik itu tidak banyak ya, hanya sedikit karena itu digunakan orang-orang yang kerja di situ, khususnya 14 orang perempuan yang positif menggunakan sabu tersebut," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Anjan Pramuka di Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis (27/8)
Anjan mengatakan, ritme kerja dalam melakukan penipuan siber di rumah tersebut sangat padat. Para pekerja bisa bekerja tanpa henti hingga dini hari. Karena itu, sabu digunakan agar mereka bisa bekerja lebih lama. (Baca juga:
Pengungkapan Warga Asing dan Narkotik Bakal Terus Berkembang)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Modus kejahatan siber itu sendiri hingga kini masih didalami oleh kepolisian. Anjan mengatakan, kejahatan itu berkaitan dengan penipuan perbankan yang dilakukan menggunakan alat elektronik. Dugaan kejahatan ini ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus.
Untuk itu, hari ini polisi melaksanakan rekonstruksi terkait dugaan penipuan siber dan masalah imigrasinya di Bandung. "Peralatannya ada di sana," kata Anjan.
Sementara itu, Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Budi Waseso mengatakan penipuan tersebut dilakukan di Bandung untuk menjerat korban di luar negeri. Walau demikian, dia juga belum bisa menjelaskan bagaimana penipuan itu dilakukan.
"Yang jelas mereka melakukan penipuan perbankan yang selama ini kami dalami ya. Sementara ini yang ditemukan jalurnya, penipuannya di luar Indonesia," kata Budi. (Baca juga:
Tujuh Bulan Menjabat, Kabareskrim Belum Meja Hijaukan Kasus)
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencatat 300 kasus kejahtan siber yang diduga dilakukan oleh warga negara asing di Indonesia terjadi pada paruh pertama 2015.
Direktur Jenderal Imigrasi Ronny Sompie mengatakan, warga asing itu menggunakan Indonesia sebagai basis operasi untuk melakukan penipuan di luar negeri.
"Kami memang belum sampai tajam mendalami mengapa Indonesia bisa sampai dijadikan base-camp mereka. Tapi hal ini tentu tidak bisa dibiarkan," kata Ronny.
Sejauh ini, secara umum, sebanyak 6.236 orang asing telah dideportasi pada paruh pertama 2015 karena masalah imigrasi. Warga negara Bangladesh mendominasi dengan jumlah 1.072 imigran, diikuti Myanmar dengan jumlah 756 imigran dan Tiongkok dengan jumlah 604 imigran.
(sur)