Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) tak mempermasalahkan dilaporkan orang yang mengatasnamakan warga Kampung Pulo ke Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin. Ia malah tidak percaya warga yang belum lama digusurnya itu melapor ke DPR.
"Ini warga Kampung Pulo yang mana?" kata Ahok balik bertanya saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (28/8).
Ahok yakin warga Kampung Pulo asli tidak melakukan langkah tersebut. Justru ia menuduh yang melappor adalah warga bantaran Sungai Ciliwung yang berada di lokasi dekat Kampung Pulo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka yang dituding Ahok sebagai warga pelanggar Undang-undang Lingkungan Hidup karena tinggal di daerah bantaran dengan cara menimbun sungai dan mendirikan bangunan di atasnya. (Baca juga:
Warga Kampung Pulo di Rusun Akan Memiliki Koperasi)
Ahok kembali menyatakan, warga Kampung Pulo tak akan melaporkan dirinya. Pasalnya, penggusuran yang dilakukan disertai dengan penyediaan rumah susun yang layak secara cuma-cuma.
Ia bahkan mengancam melaporkan mereka yang masih tinggal di bantaran dengan cara mereklamasi sungai. "Kalau melanggar undang-undang lingkungan hidup, bisa dihukum puluhan tahun penjara, melakukan reklamasi sungai," kata Ahok.
Merujuk pada Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, orang yang melakukan usaha atau kegiatan tanpa ada izin lingkungan, maka akan dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda maksimal Rp 3 miliar.
Seperti yang dilansir detik.com sekitar 10 orang yang mengaku warga Kampung Pulo datang ke DPFR didampingi Paguyuban Punakawan. Paguyuban ini terdiri dari tokoh-tokoh nasional seperti Emil Salim, Mahfud MD, Adhyaksa Dault, dan Romo Benny Susetyo. (Baca juga:
Ahok-Kapolda Telah Bahas Penertiban Bidaracina dan Bukit Duri)
Mereka datang ke DPR untuk mengadu pada Ketua DPR Setya Novanto perihal penggusuran Kampung Pulo.
Salah seorang warga, Ustadz Kholili menyampaikan protes tidak terima tempat tinggal mereka digusur Pemprov DKI. Kholili menyebut warga diancam agar mau pindah ke rusunawa Jatinegara yang sekelas apartemen. Menurut Kholili, warga pindah karena terpaksa.
"Jadi, kami begini, Pak, kami Insya Allah akan menuntut ke pengadilan, hanya membangun, dan status tanah kami diakui. Cara kekerasan itu dalam penggusuran kami tidak inginkan. Kami ingin sebagaimana hukum adanya," paparnya tanpa menyebut soal surat-surat resmi kepemilikan tanah di Gedung DPR, Kamis (27/8) lalu.
(sur)