Jelang Revisi UU KUHP, Komisi III Kunjungan Kerja ke Inggris

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Senin, 31 Agu 2015 17:18 WIB
Komisi III mengklaim kunjungan kerja dilakukan untuk mengkaji persoalan, bukan berplesiran di luar negeri. Soal anggaran, mereka mengaku tak tahu.
Anggota Komisi III DPR RI saat melakukan kunjungan kerja ke Inggris, 22-26 Agustus 2015. (Dok.Asrul Sani)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat baru saja merampungkan kunjungan kerja ke Inggris. Kunjungan kerja selama empat hari pada 22-26 Agustus 2015 itu dilakukan dalam rangka studi banding jelang pembahasan Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kunjungan yang diwakili sembilan Anggota Komisi III tersebut sekaligus dalam rangka penyusunan daftar inventaris permasalahan seputar Revisi UU KUHP. Nantinya mereka bakal menjadi bagian tim yang akan duduk dalam panitia kerja (Panja) Revisi UU KUHP.

Anggota Komisi III, Arsul Sani, yang menjadi bagian perwakilan tim memberi alasan kenapa Inggris menjadi tujuan destinasi kunjungan kerja. Salah satunya, lantaran Inggris menjadi rujukan penerapan hukum di negara-negara berkembang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada beberapa hal yang bisa diambil dari negara yang telah menerapkan sistem hukum common law, criminal legal system," ujar Arsul saat ditemui di Gedung DPR, Senin (31/8).

Arsul mendapati bahwa di samping azas legalitas, Revisi UU KUHP juga membuka kemungkinan pemidanaan atas dasar living law, atau biasa disebut dengan hukum adat.

Dengan kata lain, pemidanaan terhadap seseorang tidak sekadar dilakukan karena adanya perbuatan pidana yang diatur dalam undang-undang, tetapi juga bisa melalui KUHP.

Artinya, kata Arsul, apabila hukum adat di suatu daerah memungkinkan hukuman terhadap perbuatan pidana, maka aturan itu membuka kemungkinan agar hukuman bisa diterapkan.

Inggris dalam hal ini turut menganut common law criminal ofensive, yang mengatur perbuatan-perbuatan pidana berdasarkan hukum kebiasaan atau common law.

Arsul dan koleganya selama kunjungan kerja mendapati bahwa penegak hukum di Inggris mulai bergeser meninggalkan hukum pidana berdasarkan atas hukum kebiasaan atau hukum adat yang kemudian dikukuhkan dalan putusan pengadilan.

Penegakan hukum di Inggris saat ini, kata Arsul, lebih mengarah kepada penegakan hukum yang didasarkan pada undang-undang.

"Nah sementara ini kita sedang kebalikannya. Malah ingin juga menghukum perbuatan-perbuatan yang tidak diatur dalam undang-undang tetapi dimungkinkan dalam living law atau biasa disebut dengan hukum adat," katanya.

Di samping itu, Inggris menerapkan pidana lain yang sifatnya lebih mengarah pada peringanan hukuman. Selain pemidanaan penjara, penegakan hukum di Inggris menerapkan pidana sosial atau social service. Penerapan hukum itu merupakan bagian dari mekanisme hukuman pidana penjara secara bersyarat.

Dengan kata lain, kata Arsul, ketika seseorang mendapat hukuman pidana bersyarat, pelaku pidana tidak lantas dijebloskan ke dalam bui, melainkan melakukan pekerjaan sosial yang sifatnya wajib dan mengikat. Dengan catatan, pelaku pidana tidak melakukan pengulangan atau pidana lain selama menjalani hukuman social service.

Contoh-contoh studi kasus itu menjadi bahan perimbangan tim Komisi III dalam penyusunan daftar inventaris permasalahan Revisi UU KUHP. Dalam banyak hal, kata Arsul, pengkajian masalah juga diperlukan agar penegakan hukum tak sekadar mengedepankan hukuman pidana.

Salah satu peringanan hukuman di Inggris, kata Arsul, dilakukan lewat komunikasi antara korban dengan pelaku pidana. Ketika korban, misalnya, memaafkan atau tidak melayangkan tuntutan, maka si pelaku tidak harus dikirim ke penjara.

"Kalau semua dikirim ke penjara, Lapas kita bakal semakin bertambah over kapasitas. Nah ini yang kami pelajari di sana," kata Arsul.

Elite Partai Persatuan Pembangunan itu menyatakan saat ini rencana Revisi UU KUHP masih dalam penyusunan draft kajian revisi. Dia mengklaim nantinya hasil revisi bakal membuahkan sebuah format undang-undang yang sepenuhnya baru.

Arsul menegaskan Revisi UU KUHP bakal menjadi prioritas pembahasan di Komisi III setelah penyusunan draft rancangan siap dirembukkan pada tahap pembahasan. Dia menargetkan pembahasan bisa rampung pada masa periode DPR saat ini.

Asrul berharap publik tidak meributkan urusan kunjungan kerja para wakil. Apalagi memperdebatkan biaya kunjungan yang dia klaim tidak diketahui berapa besarannya Kegiatan itu sepenuhnya dilakukan untuk mengkaji persoalan, bukan untuk plesiran di luar negeri.

"Kami terbang juga pakai pesawat kelas ekonomi. Tidak ada jalan-jalan. Kemarin cuma lewat stadion Chelsea dan Arsenal. Cuma lewat doang lho," ujar Arsul. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER