Capim KPK Pernah Dissenting Opinion Kasus Korupsi

Aghnia Adzkia & Rosmiyati Dewi Kandi | CNN Indonesia
Rabu, 02 Sep 2015 10:35 WIB
"Kewenangan KPK menuntut pencucian uang tidak diatur dalam UU Pencucian Uang," kata Alexander Marwata.
Alexander Marwata, Ak, SH saat wawancara tahap akhir calon pimpinan KPK di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Senin, 24 Agustus 2015. Sebanyak 19 calon pimpinan KPK menjalani tahapan wawancara selama tiga hari dan bersifat terbuka. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera memiliki pimpinan baru yang akan bertugas untuk periode 2015-2019. Ada delapan nama calon pimpinan (capim) KPK yang sudah diserahkan Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK kepada Presiden Joko Widodo hari ini, Selasa (1/9).

Satu dari delapan nama itu adalah Alexander Marwata, hakim adhoc tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sejumlah kasus korupsi telah diketuk vonisnya oleh Alexander sebagai bagian dari anggota majelis hakim.

Saat ini, dia tengah menangani perkara dugaan suap terhadap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan dengan terdakwa pengacara kondang Otto Cornelis Kaligis di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Ada catatan menarik dalam karier Alexander sebagai hakim adhoc tipikor yang dia jalani sejak empat tahun belakangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan catatan CNN Indonesia, Alexander kerap berbeda pendapat (dissenting opinion) dengan anggota majelis hakim lain dalam memutus perkara korupsi. Pada kasus suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) dengan terdakwa bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, Alexander menilai KPK tak berhak menuntut pencucian uang lantaran tak ada dasar hukum.

"Karena kewenangan itu tidak disebut dalam undang-undang pencucian uang," kata Alexander saat itu, 30 Juni 2014.

Perbedaan pendapat itu terjadi saat vonis terhadap Akil dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor. Akil kala itu divonis penjara seumur hidup atas menerima suap dalam pengurusan 14 sengketa pilkada dan pencucian uang.

(Baca: PPATK Desak MK Tolak Gugatan Cuci Duit Akil)

Alexander juga kembali menyampaikan dissenting dalam perkara korupsi bekas Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menyebut, Atut tidak terbukti melakukan pidana korupsi sesuai dakwaan primer dan sekunder sehingga harus dibebaskan dari segala tuntutan.

Namun dissenting Alexander tak memengaruhi vonis majelis hakim yang tetap memenjarakan Atut selama empat tahun dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan pada 1 September 2014.

Dissenting opinion juga dilontarkan Alexander dalam vonis terdakwa korupsi bos Sentul City, Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng, 8 Juni 2015. Swie Teng didakwa menyuap Bupati Bogor Rachmat Yasin sebesar Rp 5 miliar untuk memengaruhi sang bupati memberikan rekomendasi tukar guling lahan hutan.

Menurut auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) periode 1989-2011 ini, tuntutan jaksa KPK tidak sesuai dengan fakta hukum dan keterangan para saksi. Dalam putusan itu, Alexander bersama hakim anggota Aswijon yang juga menyampaikan dissenting menyebut, uang Rp 5 miliar bukan untuk menyuap tetapi hanya mempercepat proses pemberian rekomendasi.

(Baca: 'Dissenting Opinion', KPK Tetap Merasa Berwenang)

Kini, Alexander tengah bersaing merebutkan kursi untuk duduk sebagai pimpinan lembaga antikorupsi yang gencar menuntut perkara pencucian uang bagi para terdakwa. Saat diserahkan oleh Panitia Seleksi Capim KPK ke Presiden kemarin, nama Alexander dimasukan dalam calon pimpinan bidang penindakan, yang akan bertanggung jawab membawahi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan berkas korupsi.

Presiden masih memiliki waktu maksimal dua pekan untuk mempertimbangkan apakah delapan nama tersebut, termasuk Alexander, akan diserahkan ke Komisi Hukum DPR untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan. Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, Presiden akan mengambil keputusan secepatnya dalam proses seleksi calon pimpinan KPK ini. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER