Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum pemimpin nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mempertanyakan status terdakwa kliennya yang ada dalam dakwaan Zulfahmi Arsad. Padahal saat ini status BW masih tersangka yang berkas pemeriksaannya telah lengkap (P-21) dan belum dilimpahkan ke pengadilan.
Munculnya nama BW dianggap tidak sesuai dengan fakta hukum, dan surat dakwaan serta tuntutan yang mencantumkan BW sebagai terdakwa diduga merupakan informasi yang direkayasa.
"Jika seperti ini, penuntut umum telah terikat sumpah jabatan dan berpotensi melanggar aturan hukum pidana Pasal 242 ayat 1 dan 2 KUHP tentang keterangan palsu," kata Kepala Bidang Hukum dan Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Johan Avie, Senin (7/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Johan pun merekomendasikan beberapa hal terkait temuannya, salah satunya mendorong Kepolisian untuk memerikasa Jaksa Penuntut Umum dalam perkara Zulfahmi Arsad, dan meminta Majelis Hakim untuk tidak memasukan poin-poin yang bukan fakta hukum ke dalam pertimbangan putusan mereka.
"Kami juga mendorong Komisi Kejaksaan untuk memberikan sanksi admnistratif kepada jaksa yang menjadi penuntut umum, karena ada potensi pelanggaran kode etik," ujarnya.
Esok Selasa, 8 September, akan menjadi penentuan bagi Zulfahmi Arsad yang didakwa dengan Pasal 242 juncto Pasal 55 KUHP terkait laporan Sugianto Sabran yang juga menjadi pelapor BW.
"Zulfahmi muncul sebagai tersangka sumpah palsu setelah berbagai lembaga mengeluarkan rekomendasi tentang kejanggalan kasus BW," kata Johan.
Menurut Johan, Zulfahmi hadir dalam persidangan tanpa didampingi pengacara sehingga penuntut umum dengan leluasa menyelundupkan nama BW tanpa menghadirkannya. Sehingga, imbuh Johan, tidak ada sama sekali pembelaan dari pihak BW.
Kejaksaan Agung yang dikonfirmasi tentang kasus ini masih belum memberikan komentar. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tony Spontana yang dikonfirmasi mengatakan pihaknya tengah menggelar rapat dengan Komisi III DPR.
(pit)