Kabut Asap Disebabkan Gagalnya Program Pemerintah

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Kamis, 10 Sep 2015 16:16 WIB
Program sekat kanal untuk membahasi lahan gambut disebut Greenpeace Indonesia telah dicanangkan oleh Presiden Jokowi pada akhir tahun lalu.
Petugas pemadam kebakaran dibantu personil TNI dan Polri berusaha memadamkan lahan gambut yang terbakar di Rimbo Panjang, Kampar, Riau, Sabtu (5/9). Pemerintah propinsi Riau terus berupaya memadamkan lahan dan hutan yang terbakar baik pemadaman udara maupun darat, agar kabut asap tidak terus meluas. (ANTARA FOTO/Rony Muharrman)
Jakarta, CNN Indonesia -- Organisasi pemerhati masalah lingkungan, Greenpeace Indonesia, menilai program pembasahan lahan hutan gambut yang dilakukan oleh pemerintah tidak berjalan sesuai rencana. Hal itu dipastikan menjadi salah satu penyebab menyeruaknya kabut asap di beberapa wilayah di Indonesia.

Manajer Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Kiki Taufik, mengatakan bahwa Presiden Indonesia Joko Widodo pernah mencanangkan program sekat kanal untuk membasahi lahan gambut pada November 2014 lalu. Namun, hingga kini hasilnya tidak terlihat sama sekali.

"Tidak ada signifikansi yang dilakukan baik pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah terkait dengan pembangunan sekat kanal tersebut," kata Kiki saat menggelar jumpa pers di Jakarta, Kamis (10/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan data yang dimiliki Greenpeace Indonesia, pada 2010 ada sekitar 3464 titik api yang terjadi di atas lahan gambut. Angka tersebut hampir setengah dari total titik api yang terjadi saat itu, karena hanya 5076 titik api yang terjadi di lahan mineral.

Sementara itu, titik api yang terjadi di wilayah gambut yang sudah tak berhutan angkanya mencapai 6503 titik api. Angka tersebut, berbanding jauh dengan 2037 titik api yang terjadi di kawasan perhutanan.

Sementara itu, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya mengatakan bahwa angka kebakaran gambut tersebut membuktikan bahwa pemerintah memang tidak serius dalam menangani masalah kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia.

"Harus dipahami angka tadi bukan sekadar angka, melainkan telah menunjukkan bagaimana pemerintah menangani kebakaran hutan di Indonesia," kata Teguh, di jumpa pers yang sama.

Data lain yang dimiliki Greenpeace Indonesia adalah grafik perkembangan titik api dihitung sejak November 2014 hingga September 2015.

Pada November 2014 jumlah titik api mencapai angka 2473, saat itu Indonesia dalam tahap akhir musim kemarau dan memasuki musim penghujan. Satu bulan kemudian, karena sudah masuk musim penghujan, maka jumlah titik api menurun hingga hanya ada 108 titik saja.

Minimnya titik api tersebut terus terjadi hingga Juni 2015. Pada Januari, jumlah titik api hanya ada 70 titik, dengan catatan pada Februari sempat naik ke angka 185 titik, kembali naik pada Maret di angka 288 titik, dan kembali turun pada April ke angka 68 titik.

Pada Mei 2015, jumlah titik api kembali naik ke angka 122 titik dan terus naik di Juni, 282 titik, dan di Juli mengalami lonjakan hingga 1400 titik api.

"Di Agustus angka titik api ada 3900 titik dan paling banyak ada di wilayah gambut, sedangkan di September ini jumlahnya ada 2225 titik," kata Kiki.

Jika data di 2015 tersebut dijumlahkan, maka total titik api yang tersebar di seluruh Indonesia menyentuh angka 8540 titik. Untungnya, data tersebut masih kalah jika dibanding data tahun lalu yang mencapai 10361 titik.

Sebelumnya Greenpeace Indonesia menjadi salah satu lembaga yang menyayangkan sikap pemerintah dalam rentang hampir 20 tahun tersebut. Apalagi, kebakaran lahan tidak terjadi di satu tempat saja, melainkan hampir di semua pulau utama di Indonesia.

"Kebakaran hutan bukan baru terjadi kemarin, tapi sudah 18 tahun. Bahkan jika dihitung sejak medio 1980-an artinya sudah 30 tahun terjadi," kata Teguh. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER