Kuningan, CNN Indonesia -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, berjanji akan segera menjatuhkan sanksi kepada sejumlah perusahaan yang diduga melalukan pembakaran hutan. Tindakan perusahaan-perusahaan nakal itu menyebabkan bencana asap di enam provinsi di Indonesia, dan mencemari udara Singapura dan Malaysia. (Baca:
Singapura Sesak Dikepung Asap Kebakaran Hutan RI)
"Pekan depan, Senin dan Selasa, kami akan formulasikan regulasinya bersama beberapa akademisi. Saya berharap pekan depan sudah selesai semua dan harus ada perusahaan yang kena (jerat)," ujar Siti di Taman Nasional Gunung Ciremai, Desa Setia Negara, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Menurut Siti, kementeriannya tidak dapat serta-merta menghukum perusahaan yang menyebabkan kebakaran hutan tanpa dasar hukum dan proses klarifikasi lebih dulu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak adil kalau ada
hotspot di area konsesi, lalu kami langsung hukum mereka. Harus ada verifikasi di lapangan dan proses klasifikasi jenis pelanggarannya," ucap Siti.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perusahaan yang melakukan pembakaran hutan rata-rata bergerak di sektor pengolahan sawit. Selain itu, tercatat ada sejumlah perusahaan yang tiap tahun masuk daftar terduga pembakar hutan. (Baca:
Kebakaran Hutan, Izin 10 Perusahaan Terancam Dibekukan)
Di ranah hukum, pengadilan menjatuhkan vonis beragam kepada perusahaan yang diduga menjadikan pembakaran hutan sebagai metode pembukaan lahan.
Pengadilan Negeri Bengkalis misalnya Juni lalu hanya menghukum PT National Sago Prima dengan denda Rp2 miliar akibat membakar lahan konsensi mereka di Riau.
Padahal jaksa penuntut umum mendakwa korporasi yang memegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu itu dengan dakwaan membakar lahan seluas 21.418 hektare yang terbentang di lima desa Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.
Vonis denda Rp2 miliar tersebut jauh dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukum PT NSP untuk membayar denda Rp5 miliar dan biaya pemuliaan lahan Rp1,4 triliun.
Adapun General Manajer PT NSP Erwin dan Manajer PT NSP Nowo Dwi Priyono, bebas dari hukuman. Padahal sebelumnya jaksa mendakwa mereka masing-masing dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 18 bulan.
Lain lagi dengan perkara yang menjerat PT Kallista Alam. Atas gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pengadilan Negeri Meulaboh akhir tahun 2013 menjatuhkan denda Rp366 miliar kepada perusahaan kelapa sawit itu.
Selanjutnya pada 28 Agustus, Mahkamah Agung menolak seluruh memori kasasi PT Kallista Alam.
Tak hanya sanksi untuk korporasi, PN Meulaboh tahun 2014 juga memvonis bersalah Direktur PT Kallista Alam, Subianto Rusyid. Ia harus menjalani pidana penjara selama delapan bulan plus denda sebesar Rp 150 juta, subsider kurungan 3 bulan.
Sayang, melalui putusan bernomor 186/Pid/2014/PT BNA tanggal 19 November 2014, Pengadilan Tinggi Banda Aceh membatalkan seluruh hukuman bagi Subianto. Putusan itu menyatakan kelalaian Subianto dalam mengontrol bawahannya yang melakukan pembakaran lahan bukanlah perbuatan pidana.
Menyikapi bencana asap pertengahan tahun ini, Menteri Siti menyiapkan tiga kategori sanksi yang akan diberikan kepada perusahaan pembakar lahan, yaitu sanksi ringan, sedang, dan berat.
Sanksi-sanksi itu dikategorikan berdasarkan fakta apakah kebakaran di lahan tempat usaha mereka dilakukan secara sengaja atau tidak.
Sanksi ringan berupa peringatan tertulis, rehabilitasi kerusakan, dan restorasi lahan. Sanksi sedang hanya berbeda tipis dengan sanksi ringan.
Sementara sanksi berat tak hanya berbentuk denda. Kementerian akan memproses perusahaan tersebut ke pengadilan, memasukkan nama perusahaan itu ke daftar hitam, dan mencabut izinnya.
(agk)