Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti mengatakan proses penyidikan atas sejumlah perusahaan terduga pembakar hutan telah dilakukan. Badrodin mengaku sampai saat ini jumlah korporasi bertambah sekitar 14 perusahaan.
"Kemarin sudah kami pastikan sepuluh. Hari ini bisa berkembang menjadi 24. Ada yang sudah pada tingkat penyidikan," kata Badrodin di Jakarta, Rabu (16/9).
(Lihat Juga FOKUS Derita Warga Dikepung Kabut Asap)
Untuk kesepuluh perusahaan yang sudah ditetapkan tersangka adalah PT. PMH, PT. RPP, PT. RBS, PT. LIH, PT. MBA, PT. GAP, PT. ASP, PT. KAL, PT. RJP dan PT. SKM.
(Lihat Juga: Hukum Pembakar Hutan, Luhut Pertaruhkan Reputasi)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badrodin mengatakan perusahaan tersebut terdapat di Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Ia mengatakan kepolisian masih terus mengumpulkan bukti-bukti untuk memproses hukum para tersangka pembakar hutan. Lebih jauh, ia menegaskan kepolisian juga telah menyarankan kepada pemerintah untuk mendaftarhitamkan perusahaan-perusahaan yang terbukti telah melanggar kewajibannya dalam menjaga areal lahan agar tak terbakar.
"Artinya, pemerintah itu regulator. Pemerintah punya kewenangan mem-
blacklist perusahaan yang tidak beritikad baik. Sehingga, pemilik dan direksi perusahaan ini tidak dilayani pengajuan izin yang sama," ujarnya. "Ini baru saran dan sudah disampaikan dalam rapat bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan."
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa dirinya tidak membual terkait hukuman yang akan diberikan kepada pihak-pihak tersebut. Dia menegaskan bahwa reputasinya dipertaruhkan dalam kasus kali ini.
"Saya mempertaruhkan reputasi saya untuk ini. Ini tidak akan terulang," kata Luhut saat ditemui di sebuah acara di Hotel Borobudur, Rabu (16/9).
Luhut mengatakan masalah kebakaran yang memunculkan kabut asap telah membuat banyak masyarakat Indonesia mengidap penyakit saluran pernapasan yang akut atau dikenal ISPA. Oleh sebab itu hukuman setimpal harus diberikan.
(utd)