Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai penyanderaan dua warga negara Indonesia oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) dapat menjadi permasalahan bilateral jika Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak dapat masuk ke wilayah Papua Nugini dalam waktu secepatnya.
Menurutnya, menekankan masalah pada OPM tak lagi relevan karena permasalahan ini tak lagi terjadi di wilayah Indonesia. "Seperti melindungi pemberontak dan penculik," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (17/9).
Karena itu, dia mengimbau pemerintah Indonesia untuk memperingatkan pemerintah Papua Nugini agar segera mengizinkan TNI masuk dalan membebaskan dua sandera OPM.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu juga meminta pemerintah agar memberikan batas waktu kepada Papua Nugini untuk menyelesaikan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apabila tidak juga diizinkan, Fahri mengimbau agar TNI langsung mengirimkan skuadron angkatan udara ke Papua Nugini.
"Kasih waktu misalkan seminggu, untuk mengembalikan dua orang itu dengan selamat. Jangan mau diadu domba," katanya.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan menyatakan Sudirman (28) dan Badar (20) hingga kemarin belum dapat dibebaskan akibat buruknya cuaca. Helikopter TNI belum dapat masuk ke TKP penyanderaan.
Menurutnya, pemerintah Papua Nugini masih terus melakukan negosiasi agar WNI yang disandera bisa dibebaskan. Dia pun mengatakan pemerintah Indonesia terus bersiaga dan membantu pemerintah Papua Nugini agar sandera dapat dibebaskan.
Terkait hubungan bilateral, Luhut mengatakan saat ini hubungan Indonesia dan Papua Nugini masih berjalan baik. Pemerintah Indonesia, ujar Luhut, masih menghormati upaya-upaya negosiasi yang dilakuka pemerintah Papua Nugini.
Kedua WNI yang disandera merupakan penebang kayu yang bekerja pada perusahaan penebangan di Skofro, Distrik Keerom, Papua, yang berbatasan dengan Papua Nugini. Mereka diserang saat sedang bekerja mengolah kayu di Keerom, kemudian dibawa ke Vanimo, Papua Nugini, sejak Rabu (9/9) dan hingga kini menjadi tawanan.
(meg)