Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham 'Lulung' Lunggana enggan berkomentar mengenai kasus korupsi pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) yang kini ditangani Bareskrim Polri. Lulung menyerahkan perkembangan kasus tersebut kepada aparat penyidik kepolisian.
"Sudahlah soal UPS diserahkan kepada yang kompeten. Itu berkasnya (Alex Usman) sudah dikirim dan tinggal tunggu waktu sidang," kata Lulung saat ditemui di Mabes Polri, Senin (21/9).
(Lihat Juga: BPK Temukan Enam Penyimpangan Signifikan Tanpa Kasus UPS) Lulung kini menutup mulutnya terkait dengan kasus UPS tersebut. Hal tersebut sedikit bertolak belakang dengan keinginannya beberapa waktu lalu yang ingin menjadi
whistle blower kasus UPS.
(Baca Juga: DPRD Jakarta Tak Bahas Penyimpangan Pengadaan UPS versi BPK)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Lulung, kasus UPS telah selesai dengan segera disidangkannya Alex Usman. Kalaupun mau berbicara, Lulung memilih berbicara di persidangan.
Alex Usman merupakan bekas Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Sudin Pendidikan Menengah Jakarta Barat yang diduga terlibat korupsi pengadaan UPS senilai ratusan miliar.
Tak hanya itu, saat ditanya perihal kinerja Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam mengawasi peredaran UPS, Lulung pun tetap bungkam. Dia menegaskan sudah tidak mau berbicara soal UPS lagi.
"Aku tak mau diadu-adu lagi sama Ahok (sapaan Basuki)," katanya.
Terkait kasus UPS, Bareskrim telah menetapkan dua orang tersangka, yaitu Alex Usman dan Zainal Sulaiman. Khusus untuk Alex Usman, berkas kasusnya sudah lengkap dan sudah dilimpahkan oleh Polri ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.
Sebelumnya, dalam laporan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan pengadaan UPS tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
Poin 31 dalam LHP BPK halaman 213 tersebut menyebutkan ada indikasi pemahalan harga pengadaan UPS pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD), Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Menengah Jakarta Barat dan Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Menengah Jakarta Selatan senilai Rp 163,8 miliar.
Dari hasil pemeriksaan terhadap proses perencanaan, pelelangan, dan pelaksanaan atas kegiatan pengadaan UPS di BPAD Sudin Pendidikan Jakarta Barat dan Jakarta Selatan, BPK menyimpulkan proses penganggaran kegiatan pengadaan UPS di ketiga lembaga tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dan tidak didukung dengan kebutuhan barang yang memadai.
Lebih lanjut poin itu menyebutkan, tadinya anggaran pengadaan UPS ini tidak masuk ke dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) BPAD atau RKA masing-masing sudin. Namun pada akhirnya dianggarkan ke dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) BPAD dan masing-masing Sudin.
Penambahan anggaran pengadaan UPS tersebut pada anggaran BPAD dan Sudin ternyata berdasarkan hasil pembahasan internal di Komisi E DPRD DKI yang membidangi kesejahteraan rakyat. Pembahasan internal itu pun hanya ditandatangani oleh pimpinan Komisi E DPRD DKI.
Pembahasan yang dilakukan Komisi E itu pun tidak melalui mekanisme pembahasan Rancangan APBD (RAPBD) antara DPRD dan Gubernur DKI yang diwakili oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.
Tidak hanya itu, BPK juga mencatat spesifikasi rincian UPS mengarah pada produk tertentu. Kegiatan pengadaan UPS tidak hanya menyebutkan anggaran UPS-nya, tapi juga menyebutkan secara rinci spesifikasi jumlah rak kabinet dan jumlah baterai yang diadakan mengarah ke produk tertentu karena setiap barang memiliki jumlah rak kabinet dan jumlah baterai yang berbeda.
(utd)