Suryadharma Ali Terus Berusaha Hadirkan SBY di Persidangan

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Senin, 21 Sep 2015 20:27 WIB
Pengacara Suryadharma Ali mengatakan ada utusan yang dikirim untuk melobi SBY agar bersedia hadir di persidangan.
SBY terus diupayakan untuk hadir oleh Suryadharma Ali di persidangan. (CNN Indonesia/Aulia Bintang)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono terus diupayakan untuk hadir dalam persidangan terdakwa kasus korupsi penyelenggara ibadah haji dan Dana Operasional Menteri, Suryadharma Ali. Pendiri Partai Demokrat itu diminta memberikan keterangan sebagai saksi.

Penasihat hukum Suryadharma, Andreas Nahot Silitonga, akan berusaha mendatangkan SBY sebagai saksi yang meringankan, meskipun bukan Suryadharma yang langsung menemuinya. Ada utusan yang diminta melobi itu.

"Itu masih tetap kita upayakan. Ini kan dari utusan ke utusan. Masalahnya Pak Suryadharma ini kan ditahan. Jadi dia tidak bisa langsung ketemu, ada utusan Pak Surya yang akan bertemu," kata Andreas, saat ditemui di Gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tim penasihat hukum menyatakan belum memusatkan perhatiannya pada pemanggilan SBY. Sebab menurut Andreas, masih banyak saksi jaksa yang akan dihadirkan. Jumlahnya pun ratusan. Sementara timnya juga masih mempersiapkan siapa saja yang akan menjadi saksi ahli.

"Jadi masih ada waktu, kita gak hanya fokus ke Pak SBY saja, kami juga fokus ke pembelaan," ujarnya.

Kesaksian SBY diharapkan dapat meringankan dakwaan jaksa yang menyebut Suryadharma telah mengakomodir rekomendasi Panja Komisi VIII DPR RI. Dalam rekomendasi itu, Menag mengangkat petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Arab Saudi.

Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan ini dinilai telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp1,821 miliar melalui penggunaan dana DOM. Berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Suryadharma dinilai telah merugikan keuangan negara sebesar Rp27,283 miliar dan 17,967 juta Real (sekitar Rp53,9 miliar).

Terkait hal itu, Andreas mempertanyakan perubahan lembaga yang dijadikan rujukan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurutnya perhitungan kerugian negara harus dilakukan oleh lembaga yang objektif.

"Kami sangat meragukan keobjektivitasannya. Kenapa tiba-tiba KPK ini bergeser dari yang tadinya BPK menjadi BPKP. Apakah sesulit itu meminta laporan kerugian negara ke BPK," tanya Andreas.

Atas perbuatannya itu, Suryadharma diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

(hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER