Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Reserse Kriminal Polri akan membuka penyelidikan baru yang merupakan pengembangan dari kasus dugaan korupsi pengadaan
uninterruptible power supply (UPS) di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Juru Bicara Direktorat Tindak Pidana Korupsi Komisaris Besar Adi Deriyan Jayamarta, Selasa (22/9), mengatakan pengembangan itu akan dilakukan setelah penyidik merampungkan berkas tersangka Zaenal Soleman.
Saat ini, kata Adi, penyidik sedang berkonsentrasi menyelesaikan penyidikan terhadap bekas Kepala Seksi Sarana dan Prasana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau nanti Zaenal Soleman selesai, nanti dari teman-teman penyidik ada mengembangkan kasus ini ke siapa-siapa lagi (yang diduga terlibat)," kata Adi di Markas Besar Polri, Jakarta.
Pengembangan kasus itu, kata Adi, akan dilakukan melalui mekanisme gelar perkara berdasarkan berkas-berkas yang sudah dinyatakan rampung oleh jaksa penuntut umum.
Adi juga menegaskan, belum ditetapkan tersangka baru kasus ini bukan berarti penyidik bekerja lambat dalam menangani kasus tersebut. Penyidik perlu berfokus terlebih dahulu kepada tersangka yang sudah ditahan sebelum menambah tersangka baru.
"Kalau sekarang kami kembangkan ke sana ke sini nanti perhatian kami pecah. Kasus yang sudah ditingkatkan, orangnya sudah ditahan, waktunya jadi hilang dan ketika waktunya habis berkasnya belum siap," kata Adi. "Kalau orang itu sudah ditahan, kami harus fokus menyelesaikan berkasnya."
Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan tersangka lain selain Zaenal, yakni Alex Usman. Pejabat yang berperan sama dengan Zaenal itu berkasnya sudah lebih dulu selesai dan segera disidangkan.
Permasalahan dalam kasus ini tertuang dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan, pengadaan UPS tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
Poin 31 dalam LHP BPK halaman 213 tersebut menyebutkan, ada indikasi pemahalan harga pengadaan UPS pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD), Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Menengah Jakarta Barat, dan Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Menengah Jakarta Selatan senilai Rp 163,8 miliar.
Dari hasil pemeriksaan terhadap proses perencanaan, pelelangan, dan pelaksanaan atas kegiatan pengadaan UPS di BPAD Sudin Pendidikan Jakarta Barat dan Jakarta Selatan, BPK menyimpulkan proses penganggaran kegiatan pengadaan UPS di ketiga lembaga tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dan tidak didukung dengan kebutuhan barang yang memadai.
Lebih lanjut poin itu menyebutkan, anggaran pengadaan UPS ini tidak masuk ke dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) BPAD atau RKA masing-masing sudin. Namun pada akhirnya dianggarkan dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) BPAD dan masing-masing Sudin.
Penambahan anggaran pengadaan UPS tersebut pada anggaran BPAD dan Sudin ternyata berdasarkan hasil pembahasan internal di Komisi E DPRD DKI yang membidangi kesejahteraan rakyat. Pembahasan internal itu hanya ditandatangani oleh pimpinan Komisi E DPRD DKI.
Pembahasan yang dilakukan Komisi E itu tidak melalui mekanisme pembahasan Rancangan APBD (RAPBD) antara DPRD dan Gubernur DKI yang diwakili oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.
Tidak hanya itu, BPK juga mencatat spesifikasi rincian UPS mengarah pada produk tertentu. Kegiatan pengadaan UPS tidak hanya menyebutkan anggaran UPS-nya, tapi juga menyebutkan secara rinci spesifikasi jumlah rak kabinet dan jumlah baterai yang diadakan mengarah ke produk tertentu karena setiap barang memiliki jumlah rak kabinet dan jumlah baterai yang berbeda.
(rdk)