Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung akan meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memfasilitasi pertemuan mereka dengan pengurus Yayasan Supersemar untuk membahas eksekusi denda yang harus dibayar yayasan besutan Presiden kedua Soeharto.
Setelah surat pemberitahuan putusan peninjauan kembali (PK) perkara Supersemar dikirimkan PN Jakarta Selatan ke Kejagung dan pengurus yayasan, saat ini ‘bola panas’ penanganan kasus tersebut berada di Kejaksaan.
Menanggapi hal tersebut, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, akan segera menindaklanjuti surat yang dikirim PN Jakarta Selatan sejak pekan lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sekarang kami sedang menyelesaikan masalah administrasi untuk melangkah menuju ke pelaksanaan putusan itu. Nanti kalau sudah jelas baru kami akan melangkah dan menghubungi pihak pengadilan,” ujar Prasetyo saat dihubungi, Senin (28/9).
Prasetyo belum dapat memastikan kapan tanggapan Kejagung terhadap surat pemberitahuan PK perkara Supersemar diselesaikan. Namun dia yakin pertemuan antara perwakilan Kejagung dengan pengurus Yayasan Supersemar akan tewujud.
“Pasti kami sebagai pihak yang terlibat perkara, selaku JPN kala itu, akan meminta putusan segera dilaksanakan. Kalau PN Jakarta Selatan sudah mengirim surat ke kami, maka akan dipersiapkan. Jelas nanti kami akan dipertemukan dengan pihak yayasan,” ujarnya.
Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna mengatakan, institusinya tinggal menunggu permohonan tindak lanjut penanganan perkara Supersemar dari Kejagung.
"Kalau ada permohonan dari Kejagung, akan ditindaklanjuti PN Jakarta Selatan untuk memanggil pemohon dan termohon eksekusi dalam sidang aanmaning (teguran)," ujar Made.
Dalam sidang
aanmaning nanti, pengurus Yayasan akan diminta untuk melunasi denda sebesar Rp4,4 triliun lebih dalam waktu delapan hari. Jika pembayaran secara sukarela tidak terpenuhi dalam waktu yang ditentukan, maka PN Selatan dapat melakukan penyitaan secara paksa.
Vonis bersalah diputuskan PN Jakarta Selatan atas kasus Yayasan Supersemar pada 28 Maret 2008, yang kemudian dikuatkan dengan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 19 Februari 2009.
Keberatan dengan putusan itu, Supersemar mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada Oktober 2010. Tak hanya kalah dalam kasasi, namun putusan jumlah nominal yang harus dibayar Yayasan Supersemar salah ketik dalam putusan tersebut.
Dalam putusan, tertulis denda yang harus dibayar Yayasan Supersemar adalah 75 persen dari Rp 185 juta. Padahal, Yayasan itu seharusnya membayar 75 persen dari Rp 185 miliar, atau Rp 139 miliar, kepada negara.
Atas putusan kasasi tersebut, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali pada September 2013, yang juga diikuti PK Yayasan Supersemar. MA akhirnya mengabulkan PK Kejaksaan Agung dan menolak PK Supersemar sehingga yayasan Keluarga Soeharto mesti membayar denda sebesar Rp 4,4 triliun.
(rdk)