Semarang, CNN Indonesia -- Jaksa Agung Prasetyo menolak bernegoisasi dengan Yayasan Supersemar milik keluarga mantan Presiden Soeharto. Menurut Prasetyo eksekusi denda senilai Rp 4,4 triliun harus tetap dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Prasetyo mengaku telah beberapa kali meminta PN Jakarta Selatan untuk mengeksekusi, paska keluarnya putusan Mahkamah Agung. Negoisasi menurut Prasetyo tak perlu lagi dilakukan karena sudah ada keputusan hukum tetap.
"Kejaksaan sendiri disini merupakan wakil dari negara terkait gugatan perdatanya tidak akan bernegosiasi dengan keluarga almarhum Suharto. Sudah inkrah, nilainya sudah pasti, tidak akan ada keringanan," kata Presetyo sudai rapat koordinasi pemantauan APBN/APBD di Semarang, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prasetyo juga meminta PN Jakarta Selatan segera memanggil keluarga almarhum Suharto selaku ahli waris atau pengelola Yayasan. Pemanggilan itu untuk memastikan apakah denda sebesar Rp 4,4 trilyun tersebut sanggup dibayar oleh tergugat atau tidak.
Vonis bersalah diputuskan PN Jakarta Selatan atas kasus Yayasan Supersemar pada 28 Maret 2008 lalu, yang kemudian dikuatkan dengan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 19 Februari 2009.
Keberatan dengan putusan itu, Supersemar mengajukan kasasi ke MA pada Oktober 2010. Tak hanya kalah dalam kasasi, namun putusan jumlah nominal yang harus dibayar Yayasan Supersemar salah ketik dalam putusan tersebut.
Dalam putusan, tertulis denda yang harus dibayar Yayasan Supersemar adalah 75 persen dari Rp 185 juta. Padahal, Yayasan itu seharusnya membayar 75 persen dari Rp 185 miliar, atau Rp 139 miliar, kepada negara.
Atas putusan kasasi tersebut, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali pada September 2013, yang juga diikuti PK Yayasan Supersemar. MA akhirnya mengabulkan PK Kejaksaan Agung dan menolak PK Supersemar sehingga yayasan Keluarga Soeharto mesti membayar denda sebesar Rp 4,4 triliun.
(sur)