Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Staf Presiden Teten Masduki tak heran apabila negara-negara tetangga Indonesia marah akibat asap kebakaran hutan “kiriman” RI. Meski demikian, Teten tak mau Indonesia sepenuhnya disalahkan atas bencana kabut asap yang menyebar ke Singapura dan Malaysia itu.
“Asap kebakaran lahan sangat meluas, tapi Singapura harus memahami kesulitan kita untuk memadamkannya karena ini bukan satu hal yang sederhana,” kata Teten di Jakarta, Senin (28/9).
Menteri Luar Negeri Singapura menyebut Indonesia tak memikirkan keselamatan warga Singapura maupun warga Indonesia sendiri soal bencana kabut asap yang menyelimuti Sumatra dan Kalimantan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan pedas Singapura itu keluar setelah Jumat kemarin Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di negeri itu mencapai rekor tertinggi sepanjang tahun ini, yakni 341. Padahal dua pekan lalu, saat Singapura mulai menunjukkan kejengkelannya, ISPU di sana berada di angka 211.
Menanggapi kekesalan Singapura itu, Teten menyatakan Indonesia bukannya diam-diam saja soal kebakaran hutan dan kabut asap.
“Kami terus berusaha memadamkan api. Pemerintah tidak tinggal diam. Kami sekarang bahkan memikirkan bagaimana agar kebakaran hutan yang terus-menerus terjadi selama 17 tahun ini bisa kami hentikan,” ujar Teten.
Kebakaran hutan, kata Teten, dipicu oleh aspek lingkungan, aspek teknis, dan insentif ekonomi. Aspek teknis misalnya ialah sifat lahan gambut yang memang mudah terbakar.
Di sisi lain, kebakaran juga dapat disengaja karena adanya insentif ekonomi. Insentif yang dimaksud ini terkait anggaran pembersihan lahan (
land clearing). Menurut Teten beberapa waktu lalu, pemilik lahan mendapat Rp19 juta per hektare untuk membersihkan lahan.
Namun mereka yang nakal memilih untuk mengurangi biaya pembersihan lahan dengan cara membakar lahan, meski telah mendapat jatah pembersihan lahan.
“Ini yang sedang kami pikirkan. Kami akan selesaikan disinsentif supaya motivasi untuk membakar hutan bisa dikurangi,” kata Teten.
Indeks pencemaran udara di berbagai wilayah di Indonesia sendiri cukup tinggi. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana menunjukkan, ISPU di Pekanbaru, Riau, mencapai angka di atas 500 atau pada level berbahaya, Jambi di angka 162 atau level tak sehat, Sumatera Selatan di angka 132 atau tak sehat, Kalimantan Selatan di angka 175 atau tak sehat, Kalimantan Barat di angka 819 atau level berbahaya, dan Kalimantan Tengah di angka 2.314 atau level sangat berbahaya.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla di New York, Amerika Serikat, di sela Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengatakan pemerintah RI telah mengetahui kemarahan Singapura soal kabut asap.
JK menyebut Indonesia terbuka untuk bekerjasama dengan Singapura untuk menangani kebakaran hutan di Indonesia. Ucapan JK ini berbeda dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan beberapa waktu lalu yang mengatakan Indonesia belum memerlukan bantuan Singapura untuk memadamkan titik-titik api.
(agk)