Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Badan Anggaran DPR Ahmadi Noor Supit meminta pemerintah Republik Indonesia tak menutup-nutupi kemampuan mereka dalam menanggulangi bencana kebakaran hutan yang menyebabkan kabut asap menyebar ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Menurut legislator Golkar itu, pemerintah harus terbuka kepada negeri-negeri tetangga yang kini resah karena warga mereka diselubungi asap ‘kiriman’ hutan-hutan terbakar di Indonesia.
Indonesia pun, menurut Supit, perlu menerima bantuan negara tetangga yang berniat membantu pemadaman kebakaran hutan. Apalagi jika RI ternyata memang kewalahan memadamkan titik-titik api.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tidak usah belagu bisa mengatasinya sendiri, terutama dalam pembiayaan dan kesiapan alat. Jangan gengsi minta bantuan negara tetangga yang jelas-jelas kesiapan alat penanggulangan bencananya lebih canggih dari kita," ujar Supit di Jakarta.
Penolakan atas bantuan Singapura sempat dikemukakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar beberapa waktu lalu. Menurutnya ketika itu, Indonesia mampu memadamkan kebakaran hutan.
Namun ternyata Wakil Presiden Jusuf Kalla di sela Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat, kemarin, mengatakan Indonesia terbuka untuk bekerjasama dengan Singapura.
Supit mengatakan, anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk menanggulangi bencana saat ini masih terbilang kecil jika dibandingkan negara-negara lain di Asia. Oleh sebab itu ia tak heran jika pemerintah RI keteteran mengurusi bencana kebakaran hutan dan kabut asap.
"Anggaran untuk penanggulangan bencana yang diajukan pemerintah itu mengalami penurunan setiap tahun. Untuk tahun depan saja sudah diturunkan. Untuk yang
standby (siap pakai) saja kisarannya mencapai Rp1-2 triliun," ujar Supit.
Jumlah itu, kata dia, tak ada apa-apanya dibanding Jepang yang mengalokasikan anggaran hingga puluhan triliun rupiah untuk penanganan bencana. Padahal Indonesia merupakan negara kepulauan dengan area penanganan yang luas.
Minimnya anggaran penanggulangan bencana terjadi karena pemerintah mesti membagi fokusnya. Alokasi duit belanja negara saat ini ialah untuk penanggulangan kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan.
Supit menaksir duit yang dibutuhkan untuk tiga sektor itu –kemiskinan, pendidikan, kesehatan– bisa menguras sekitar 25 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain itu, APBN juga banyak dialokasikan untuk membayar utang dan biaya lain-lain.
"Jadi wajar jika saat ini kita tidak punya peralatan memadai untuk sigap menanggulangi bencana asap karena anggarannya juga tidak ada," kata Supit.
(agk)