Jakarta, CNN Indonesia -- Demi menyukseskan Pilkada serentak 9 Desember 2015, Kejaksaan Agung akan menghentikan sementara proses hukum terhadap calon kepala daerah yang tersangkut perkara pidana.
"Ini pesta demokrasi, kita harus kawal dengan baik. Mereka yang tersangkut pidana, kita beri kesempatan untuk berkompetisi dulu di Pilkada", ujar Jaksa Agung HM.Prasetyo di Semarang, Selasa (29/9).
Prasetyo menambahkan, pihaknya sudah mengkomunikasikan perihal itu kepada para Kepala Kejaksaan Tinggi yang kemudian diteruskan ke Kepala Kejaksaan Negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah pilkada, sejumlah langkah-langkah hukum untuk memproses perkara yang bersangkutan dapat dilanjutkan. Kejaksaan siap mendukung tercapainya pilkada serentak yang berjalan lancar dan aman.
"Ini sifatnya cuma sementara. Proses hukum tetap berlanjut setelah Pilkada serentak selesai", tambah Prasetyo.
Senada dengan Prasetyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengungkapkan setiap calon kepala daerah yang tersangkut masalah hukum dan menjadi peserta Pilkada Serentak 2015 akan ditangguhkan proses hukumnya. Keputusan itu, sebut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dibuat dalam sebuah rapat terbatas.
"Ini sudah diputuskan dalam rapat terbatas mengenai pilkada, jika ada kepala daerah atau calon kepala daerah yang diproses hukum maka penyidikannya ditangguhkan," kata Badrodin saat ditemui di Auditorium Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Selasa (11/8).
Badrodin menegaskan, penangguhan penahanan terhadap para petahana dan calon kepala daerah tersebut bukan berarti penyidikan kasusnya berhenti. Dia meminta agar persepsi salah semacam itu tidak muncul.
Proses pilkada sudah dimulai sejak pendaftaran dibuka pada 14 Juli lalu dan akan selesai pada saat proses pemilihan dilakukan pada 9 Desember 2015. Itu artinya, penangguhan kasus yang menimpa para peserta pilkada akan berjalan kembali setelah tanggal 9 Desember.
Tak hanya di Polri, penangguhan kasus yang diberikan kepada para peserta pilkada juga diterapkan di lembaga penegak hukum yang lain.
"Ini juga akan berlaku di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," ujar Badrodin.
Satu nama kepala daerah yang tersangkut kasus di saat daerahnya mau melaksanakan pilkada adalah Gubernur aktif Bengkulu Junaidi Hamsyah. Junaidi dijadikan tersangka oleh Badan Reserse Kriminal Polri karena diduga melakukan tindak pidana korupsi pengadaan surat keputusan di daerahnya.
Junaidi sebelumnya mengungkapkan dengan dijadikannya dia sebagai tersangka oleh Bareskrim, ada beberapa kegiatannya sebagai gubernur terganggu. Salah satu kegiatan yang terganggu adalah keikutsertaannya dalam Pilkada 2015.
"Saya tidak akan maju lagi, kita akan selesaikan masa jabatan hingga 29 November 2015," kata Junaidi di Bareskrim Polri, usai diperiksa awal bulan lalu.
Dia pun mengaku sebenarnya sempat muncul keinginan untuk maju kembali di Pilkada 2015. Namun dengan berbagai pertimbangan, salah satunya penetapan tersangka, dia pun mengurungkan niat tersebut.
Junaidi menegaskan bahwa dirinya merasa sangat dirugikan dengan penetapan tersangka kepada dirinya. Namun dia memilih untuk melihat sisi lain dari penetapan dirinya sebagai tersangka dan batalnya mencalonkan diri sebagai calon Gubernur Bengkulu.
"Secara politik iya (dirugikan), tapi dengan tak maju lagi maka banyak hikmah dan artinya kita bisa selesaikan pemerintahan dengan baik," ujarnya.
(pit)