BNPB: Penetapan Kabut Asap Jadi Bencana Nasional Tak Tepat

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Rabu, 30 Sep 2015 17:08 WIB
Menurut BNPB, penetapan tersebut akan membuat pemerintah daerah melimpahkan tanggungjawab ke pemerintah pusat.
Situasi kabut asap di Jambi. (Dok. DetikFoto/Ridho)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menilai penetapan kabut asap sebagai bencana nasional kurang tepat. BNPB menilai adanya penetapan tersebut hanya akan melepaskan tanggungjawab pemerintah daerah ke pemerintah pusat. 

Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan padahal dalam bencana kabut asap, peran pemerintah daerah terutama pejabat terkait seperti Bupati, Walikota dan Gubernur sangat dibutuhkan. 

"Kita dorong penanggulangan bencana menjadi prioritas pembangunan daerah, alokasi anggaran untuk bencana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juta ditingkatkan, serta pemda agar menempatkan tenaga ahli dan profesional di BPBD setempat," kata Sutopo berdasarkan pernyataan yang diterima CNN Indonesia, Rabu (30/9). 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hingga kini, pemerintah Indonesia masih belum menetapkan bencana asap sebagai bencana nasional. Padahal, terdapat enam kota di enam provinsi di Indonesia yang mengalami bencana kabut asap, seperti diantaranya Palangkaraya di Kalimantan Selatan, Pekanbaru di Riau, Jambi serta Sumatera Selatan.

Berdasarkan data BNPB, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di kota Palangkaraya bahkan sempat berada pada kategori sangat berbahaya, yakni menyentuh angka 2.314. Padahal, batas akhir level berbahaya ISPU berada pada angka 500. 

Sementara itu, akibat tingginya ISPU di kota Pekanbaru, Gubernur Riau menetapkan wilayah tersebut sebagai darurat asap. Untuk penetapan status darurat bencana untuk skala nasional biasanya dilakukan oleh Presiden, kata Sutopo. Selain itu, dibutuhkan Peraturan Presiden (PP) untuk menetapkan status dan tingkatan bencana. 

Draf PP atau Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) Penetapan Status dan Tingkatan Bencana ini sudah dibahas lintas sektor sejak tahun 2009. "Hingga saat ini PP tersebut belum ditetapkan karena belum adanya kesepakatan berbagai pihak," ujar Sutopo. 

Di Indonesia, kata Sutopo, Presiden RI baru sekali menetapkan bencana nasional, yakni saat terjadinya tsunami Aceh 2004. Saat itu, korban bencana lebih dari 200 ribu jiwa serta kerugian lebih dari Rp 49 triliun. Bencana lainnya, termasuk bencana asap karhutla pada 1997, bencana gempa Yogyakarta 2006, serta gempa Sumatera Barat 2009 tidak ada satupun yang ditetapkan sebagai bencana nasional. 

Sutopo mengatakan alih-alih fokus pada penetapan status, pemerintah pusat sebaiknya mendorong pemerintah daerah untuk mencegah agar kebakaran hutan dan lahan tidak berulang setiap tahun. 

"Karhutla adalah bencana akibat ulah manusia. 99 persen karhutla adalah disengaja," ujar Sutopo.

Dia menjelaskan sejauh ini pendampingan terhadap pemerintah daerah telah dilakukan. Hal itu termasuk bantuan pendanaan penanganan bencana asap dari pemerintah pusat dan mencakup 95 persen. 

BNPB juga telah mengerahkan 19 helikopter water bombing, 4 pesawat hujan buatan, peralatan pompa air, masker, serta bantuan dana operasional.  Hingga kini, sudah ada tiga provinsi yang telah menyatakan status tanggap darurat yakni Riau, Jambi dan Kalimantan Tengah.  Sementara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan masih siaga darurat. 

 


(utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER